Tuesday, July 22, 2014

Bubarkan Sahur On The Road?

Sekarang sahur on the road lagi ngetrend. Orang-orang keliling-keliling di jalan menjelang subuh-subuh sambil bagi-bagiin nasi kotak.

Gerakan yang sebetulnya umurnya udah semenjak 15 tahun lalu ini saya ingetnya dirintis oleh stasiun radio. Penyiar-penyiar dan klub pendengarnya patroli di jalan raya bagiin nasi bungkus. Sasaran utamanya anak jalanan, gelandangan, tukang parkir, polisi, pokoknya orang-orang yang kesulitan untuk makan di rumah pada jam empat pagi. Intinya sih ibadah, berbagi dengan yang kurang mampu. Kurang mampu itu, baik yang kurang materi maupun kurang waktu.

(Kalo berbagi dengan yang jomblo, itu termasuk kurang mampu nggak ya? Termasuk kan ya? Iya aja deh..) *maksa*

Sekarang, gerakan sahur on the road mulai melenceng dari niat ibadahnya. Penggiat sahur on the road ini mulai bikin macet. Bawa-bawa makanan pakai sepeda motor, jalan beriringan, kadang-kadang bawa bendera entah apa, dengan suara knalpot digede-gedein. Kadang-kadang tampangnya lebih mirip mau tawuran ketimbang mau bagi-bagi nasi kotak.



Karena jalan beriringan, akhirnya pengguna jalan lainnya (yang kebetulan tidak dalam konteks sahur) nyaris nggak kebagian jalan. Maka terciptalah kemacetan baru. Ironisnya, kemacetan itu terjadi gara-gara ada orang mau bagi-bagi makanan sahur.

Perasaan Nabi Muhammad nggak pernah ngajarin berbagi makanan sambil bikin jalanan macet deh. Atau saya yang jarang baca berita, apa ada ceritanya dulu Nabi Muhammad ngajak sohib-sohibnya bagi-bagi korma dengan naik onta-onta yang memadatin pasar sampek kaum Yahudi dan kaum Quraisy nggak kebagian jalan?

Saya pikir, kemacetan oleh para pembagi sahur jaman sekarang itu, mungkin karena namanya sahur on the road. Sahur di jalan.
Coba kalau orang-orang yang bagi-bagi sahur itu rada minggir dikit, mungkin namanya ganti jadi sahur on the pedestrian. Sahur di trotoar.

Apa mending sahur on the road dibubarkan aja?