Sebuah tweet lewat di timeline saya, isinya mencemooh salah satu capres yang lagi nunggu hasil pengumuman KPU tanggal 22 mendatang. Katanya dos-q tengsin kalau punya presiden yang badannya kerempeng kayak cacingan. Dos-q bahkan mengimbau para pendukungnya supaya beliin sang capres itu C*mbantrin.
Lalu saya ketawa dalam hati. Menyadari betapa ketololan bisa merangsang orang untuk jadi penghina.
Tapi sedetik kemudian tawa saya raib. Karena saya baru sadar, orang itu tolol karena dia nggak tahu. Jadi mungkin tugas saya untuk bagi-bagi pengetahuan.
***
Ingat saya waktu masih kecil dulu, nyokap saya selalu nyuruh saya gini, "Vicky, habis main di luar ya? Ayo cuci tangan sama kakinya dulu! Jijik, bawa cacing!"
Padahal saya nggak suka main tanah lho. Saya sukanya main sepeda. Tapi disuruh cuci tangan kaki ya saya manut aja. Biarpun saya nggak merasa bawa cacing.
Waktu itu nyokap saya nggak mengajari konsep "kuman". Melainkan yang diajarin adalah konsep "cacing". Semula saya mengira karena anak umur tiga tahun lebih paham arti hewan cacing ketimbang arti hewan kuman.
Sampai kemudian saya masuk sekolah kedokteran di umur 18 tahun. Semester pertama, hewan musuh pertama yang diperkenalkan kepada mahasiswa adalah cacing. Bukan kuman bakteri apalagi virus.
Kenapa? Ternyata Indonesia adalah negara endemik cacing parasit. Artinya di seluruh dunia, Indonesia merupakan negara yang banyak ditemukan cacing-cacing yang terbukti bisa menimbulkan penyakit pada manusia. Antara lain cacing gelang (Ascaris), cacing kremi (Oxyuris), cacing pita (Taenia), dan lain-lainnya.
Selain karena faktor ketropisan negara kita yang menjadi geografi yang disenangi cacing, juga karena sanitasi di Indonesia masih berada dalam taraf mengharukan. Kemiskinan pada 60 persen rakyat, ketidakcerdasan para ibu rumah tangga, kesulitan PAM menjangkau desa terpencil, minimnya sumber daya sungai yang jernih, membuat banyak rakyat masih kesulitan untuk memperoleh air bersih yang layak minum. Saat rakyat masih mengira bahwa air yang layak minum cuman air jernih yang nggak berbau, PAM masih berjibaku dengan susahnya mendekontaminasi air sungai dari partikel-partikel berbahaya, termasuk telur cacing yang nggak kelihatan dengan mata telanjang.
Efeknya buat penduduk Indonesia, selama negara Indonesia masih menjadi negara endemik cacingan, maka tidak satu pun dari perut rakyat Indonesia yang bebas dari telur cacing. Itu sebabnya ada saran supaya kita minum obat cacing enam bulan sekali. Meskipun Anda tidak merasa sakit. Karena obat cacing ini sifatnya untuk pencegahan, bukan untuk menghilangkan sakit.
Makanya C*mbantrin laku.
Jadi, kalau memang sang capres ini disarankan oleh kubu seberangnya itu untuk minum C*mbantrin, ya itu memang saran yang benar. Tapi itu belum lengkap. Karena yang harus minum obat cacing itu nggak cuman sang capres. Tapi yang harus minum obat cacing itu, juga seluruh rakyat Indonesia.
Lalu saya ketawa dalam hati. Menyadari betapa ketololan bisa merangsang orang untuk jadi penghina.
Tapi sedetik kemudian tawa saya raib. Karena saya baru sadar, orang itu tolol karena dia nggak tahu. Jadi mungkin tugas saya untuk bagi-bagi pengetahuan.
***
Ingat saya waktu masih kecil dulu, nyokap saya selalu nyuruh saya gini, "Vicky, habis main di luar ya? Ayo cuci tangan sama kakinya dulu! Jijik, bawa cacing!"
Padahal saya nggak suka main tanah lho. Saya sukanya main sepeda. Tapi disuruh cuci tangan kaki ya saya manut aja. Biarpun saya nggak merasa bawa cacing.
Waktu itu nyokap saya nggak mengajari konsep "kuman". Melainkan yang diajarin adalah konsep "cacing". Semula saya mengira karena anak umur tiga tahun lebih paham arti hewan cacing ketimbang arti hewan kuman.
Sampai kemudian saya masuk sekolah kedokteran di umur 18 tahun. Semester pertama, hewan musuh pertama yang diperkenalkan kepada mahasiswa adalah cacing. Bukan kuman bakteri apalagi virus.
Kenapa? Ternyata Indonesia adalah negara endemik cacing parasit. Artinya di seluruh dunia, Indonesia merupakan negara yang banyak ditemukan cacing-cacing yang terbukti bisa menimbulkan penyakit pada manusia. Antara lain cacing gelang (Ascaris), cacing kremi (Oxyuris), cacing pita (Taenia), dan lain-lainnya.
Selain karena faktor ketropisan negara kita yang menjadi geografi yang disenangi cacing, juga karena sanitasi di Indonesia masih berada dalam taraf mengharukan. Kemiskinan pada 60 persen rakyat, ketidakcerdasan para ibu rumah tangga, kesulitan PAM menjangkau desa terpencil, minimnya sumber daya sungai yang jernih, membuat banyak rakyat masih kesulitan untuk memperoleh air bersih yang layak minum. Saat rakyat masih mengira bahwa air yang layak minum cuman air jernih yang nggak berbau, PAM masih berjibaku dengan susahnya mendekontaminasi air sungai dari partikel-partikel berbahaya, termasuk telur cacing yang nggak kelihatan dengan mata telanjang.
Efeknya buat penduduk Indonesia, selama negara Indonesia masih menjadi negara endemik cacingan, maka tidak satu pun dari perut rakyat Indonesia yang bebas dari telur cacing. Itu sebabnya ada saran supaya kita minum obat cacing enam bulan sekali. Meskipun Anda tidak merasa sakit. Karena obat cacing ini sifatnya untuk pencegahan, bukan untuk menghilangkan sakit.
Makanya C*mbantrin laku.
Jadi, kalau memang sang capres ini disarankan oleh kubu seberangnya itu untuk minum C*mbantrin, ya itu memang saran yang benar. Tapi itu belum lengkap. Karena yang harus minum obat cacing itu nggak cuman sang capres. Tapi yang harus minum obat cacing itu, juga seluruh rakyat Indonesia.