Saturday, July 5, 2014

Garong vs Meme

Bahwa orang yang terperdaya oleh napsunya sendiri, akan melakukan apa saja kalau udah kepepet.

Bagaimana cara garong bersikap kalau kelompok mereka sudah teridentifikasi sebagai garong oleh masyarakat? Pilihannya hanyalah mereka berhenti jadi garong atau meneruskan karier sebagai garong. Opsi pertama nampak lebih mudah. Kecuali jika mereka punya alasan kuat untuk opsi kedua, misalnya karena jika tujuan mereka berhasil, eksistensi kelompok mereka akan semakin kuat; atau jika sampai tujuan mereka gagal terpenuhi, mereka akan dikucilkan, bahkan mungkin diberantas. Dan mereka merasa layak diberantas, karena mereka adalah garong.


Apa alasan Anda untuk berkelahi?
Gambar diambil dari sini.





Alkisah di sebuah kelurahan ada dua orang sedang bertarung untuk pemilihan lurah. Tiap calon lurah punya pendukung masing-masing. Kebetulan calon lurah yang pertama punya suporter berupa sekelompok pemuda yang demen ngomong kasar dan suka jelek-jelekin orang. Calon lurah yang kedua juga punya suporter, dan kebetulan suporternya ini terdiri dari sekelompok pemuda seniman yang demen bikin gambar meme kreatif yang suka dipake buat nyindir-nyindir orang. Populasi penduduk di kelurahan itu bisa kita bagi jadi tiga; yaitu kelompok pemilih untuk calon lurah pertama, kelompok pemilih untuk calon lurah kedua, dan kelompok pemilih yang-mana-aja-pokoke-setelah-nyoblos-gw-dapet-Starbucks-gratisan. Maka kampanye pun dilakukan untuk menarik hati penduduk kelompok pemilih ketiga supaya mau milih calon lurah pertama dan calon lurah kedua.

Tim sukses calon lurah pertama merayu kelompok pemilih ketiga dengan berkoar-koar di semua stasiun kentongan bahwa calon lurah pertama didukung oleh banyak pejabat intelek. Kampanye ini nampaknya kurang sukses karena kelompok pemilih ketiga umumnya nggak seneng nonton siaran kentongan, karena bosan lihat panggung kentongan yang penuh dengan panggung goyang dangdut norak plus berlumuran sandiwara penuh dengan emak-emak bersasak tinggi yang sibuk memelototi cewek nelangsa yang umumnya pake kerudung. Tim hore calon lurah kedua pake jalan lain, antara lain bikin iklan di YouTube berpola MLM yang mencitrakan bahwa calon lurah usungan mereka senang temenan sama ibu-ibu jualan di pasar dan bercita-cita mengangkat pemulung supaya punya kios sendiri di plaza-nya Babah Hong. Kampanye ini mulai terdengar lebih realistis karena nampaknya lebih mudah dijalankan.

Tim sukses calon lurah pertama pun gerah karena nampaknya calon lurah kedua lebih menarik hati, sehingga mereka pun mengerahkan laskar mereka yang kebetulan garong. Garong-garong ini ngoceh di stasiun kentongan bahwa calon lurah kedua itu belom disunat, turunan Babah Hong, dan komunis. Isu yang terakhir ini sensitif bener, soalnya bertahun-tahun lalu penduduk sekelurahan itu pernah babak-belur nggak bisa jualin hasil produksi ternak mereka ke kota gegara kota ogah beli daging yang diambil dari sapi komunis. Maka tim suksesnya calon lurah pertama pun berharap kalo sampek tim horenya calon lurah kedua jadi panas karena dedengkotnya dituduh komunis, maka tim hore akan angkat senjata dan nampak seperti garong. Maka penduduk kelompok pemilih ketiga akan berpindah simpati dari tim hore calon lurah kedua, dan memantapkan pilihannya ke calon lurah pertama.

Skenario babak pertama ternyata berhasil. Tim hore calon kedua yang nggak sengaja dengerin siaran stasiun kentongan pun naik pitam, lalu menggerebek stasiun kentongan dan nyuruh-nyuruh stasiun itu jangan siaran lagi. Penggerebekan ini direkam oleh tim sukses calon pertama, dan disiarkan ke mana-mana kalau tim hore calon kedua itu anarkis.

Tapi ternyata biarpun skenario babak pertama berhasil, justru skenario babak kedua yang gagal. Pasalnya penduduk kelompok pemilih ketiga ternyata nggak makin tertarik untuk milih calon lurah pertama. Mereka belum mutusin buat milih calon lurah kedua juga. Soalnya, mereka belom denger kasak-kusuk bahwa Starbucks akan membagi-bagikan kopi gratis buat para penduduk yang bersedia memilih. Terhadap acara penggerebekan stasiun kentongan yang dituduh anarkis itu, mereka hanya berkomentar bahwa semestinya stasiun kentongan itu ditutup aja dari dulu-dulu, soalnya penyiarnya kentongan itu diragukan kemampuannya bikin warta dan rada-rada “lebay mengabarkan”. Mereka malah menyarankan siaran kentongan itu diganti aja dengan siaran stand-up comedy. Yang mana usul itu sulit diterima oleh akal sehatnya pemilik stasiun kentongan karena comic-comic-nya stand-up potensial bikin lelucon yang nyindir-nyindir,  termasuk nyindir pemilik stasiun kentongan yang hobinya bikin lumpur untuk menenggelamkan sawah.

Malam ini adalah malam terakhir kedua calon lurah akan adu debat untuk menarik simpati penduduk sekelurahan supaya memilih satu orang aja, jangan milih dua-duanya. Kelompok pemilih ketiga sangat senang ini debat terakhir, karena sudah bosan pembicaraan di warung kopinya Mbok Darmi isinya kampanye calon lurah melulu. Padahal mereka nggak konsen sama pemilihan calon lurah, mereka lebih gelisah siapakah yang akan menang Piala Dunia tahun ini, apakah Jerman atau apakah Brasil. Sebetulnya nonton Piala Dunia itu paling enak ya di Starbucks. Apa daya nonton di Starbucks itu harus beli kopi, dan mereka baru bisa beli kalau sudah nunjukin tanda bahwa mereka sudah milih calon untuk lurah. Maka untuk sementara, mereka cuman bisa puas ngomongin Piala Dunia sambil nyesap kopi seduhannya Mbok Darmi, sambil tutup kuping yang roaming denger debat kusirnya tim garong sok intelek versus tim seniman ahli meme..