Sunday, May 4, 2014

Rumah di Dekat Mall

Sewaktu kecil saya pernah kepingin tinggal di dekat mall. Ini terprovokasi gegara main ke rumah teman yang tinggal di Jalan Merdeka, Bandung, dan rumahnya persis di seberang Bandung Indah Plaza. BIP adalah mall yang paling keren waktu itu di Bandung (itu tahun 1997, kalian nggak usah nuduh saya jadul, hahaha!).

Saya adalah tipikal anak kota yang mindset rekreasi andalannya adalah ke mall, jadi waktu itu saya kirain tinggal di dekat mall itu keren. Sebagai tolok ukur, pada masa itu, kalau saya pingin ke mall, saya kudu naik mobil sejauh 20 menit dari rumah.

Saya akhirnya menikah dan tinggal di rumah mertua sekarang. Rumah mertua saya ternyata di belakang sebuah mall yang cukup keren di Surabaya. Semenjak saya tinggal di sini, kalau mau main ke mall itu cukup jalan kaki aja 10 menit.

Apa saya bahagia tinggal di dekat mall? Ternyata enggak.

Karena ternyata, semenjak saya tinggal di sini, kadang-kadang sinyal internet di modem saya jeblok. Lagi enak-enak surfing, tahu-tahu mati, gitu. Tadinya saya pikir salah operatornya yang dodol. Ternyata setelah saya ganti ke operator yang lebih mahal, hasilnya sami mawon.

Saya juga sering berantem sama bonyok kalau nelfon ke Bandung. Penyebabnya, saya lagi enak-enak ngomong, tahu-tahu bonyok bengong, nggak nimpal-nimpal. Ternyata sinyal telfonnya putus!

Saya sudah suruh bonyok saya ganti telfonnya yang sudah tua itu dan ganti dengan HP baru yang mutu batrenya jauh lebih bagus, tapi bonyok saya nggak mau. Kata bonyok saya, itu gara-gara saya tinggal di dekat mall yang gedungnya dibangun dari beton-beton tinggi sehingga merusak sinyal. Ya sinyal HP, ya sinyal internet.

Saya bilang, omong kosong. Kalau memang benar itu salah betonnya mall, pasti sudah dari dulu 200 kepala keluarga yang tinggal di kompleks ini angkat kaki dari sini.

Keluhan lainnya adalah masalah sinyal tivi. Penyebab saya jarang nonton tivi adalah karena saya masih pake antene simpel eksternal dan tivinya sering gambar semut. Untungnya saya nggak rewel dalam urusan tivi, karena saya tidak punya kecanduan terhadap tivi kabel. Plus acara yang saya tonton tiap hari cuman talk-talk show di Net TV dan stand-up comedy. Itu juga sebenarnya bukan nonton, tapi lebih tepat disebut mendengarkan tivi. Karena saya membiarkan tivi menyala, sedangkan mata saya tetap mantengin laptop ngurusin belajar. Tapi saya tetap ketawa dengerin Sarah Sechan, Andre Taulani, Danang yang tidak terkenal itu, dan Arie Untung. Dan comic favorit saya adalah Raditya Dika, Ernest Prakasa, dan Mongol Stres. Mereka orang-orang yang bisa kedengeran lucu tanpa harus kelihatan lucu. Jadi siapa yang butuh nonton tivi?

Gambar tivi saya jelek mungkin coz sinyalnya terhalang mall juga. Kalau dipikir-pikir tetangga-tetangga saya tajir semua, kebanyakan pakai antene parabola. Kiri-kanan saya orang-orang Tionghoa yang mungkin menurut saya nggak tertarik nonton siaran tivi Indonesia yang masih kurang keren itu, jadi mungkin mereka pakai tivi kabel yang nggak terganggu oleh beton mall.

Saya nulis ini karena ketawa baca tulisan seorang teman yang bilang anak-anaknya ingin tinggal dekat mall. Mungkin anak-anaknya ingin tukeran posisi sama saya sekarang. Memang, ukuran bahagia tiap orang itu beda-beda.

Kalau saya boleh milih, saya ingin tinggal di dekat supermarket yang jualan daging segar dengan harga murah, sekaligus di area yang sinyal internetnya kuat tahan beton, kenceng, dan tarifnya terjangkau :)