Saya pernah dimintain sekali-kali pasang foto saya di blog pakai seragam kerja saya, Saya nggak pernah melakukan itu sampek sekarang, dan saya nggak berencana melakukannya dalam waktu dekat. Alasannya banyak. Pertama, saya lebih senang dikenal sebagai blogger aja ketimbang profesi asli saya. Yang kedua, karena saya takut dikira ngiklan, padahal asosiasi profesi saya melarang anggotanya buat ngiklan.
Tapi waktu saya buka koran tadi pagi dan lihat iklan sabun mandi ini, saya tidak bisa untuk tidak terhenyak. Ini maksudnya apa tho ya? Sabun ini diproklamirkan oleh dokter bisa bikin badan lebih bersih dari kuman?
Saya bukan mau persoalkan isi iklan ini, tapi saya tertarik pada konsep penggunaan dokter sebagai bintang iklan. Oh ya, siapa sih yang bilang ini dokter? Memangnya yang pakai jas putih cuman dokter aja? Siapa tahu ini pekerja laboratorium, apoteker, atau mungkin tukang cukur? Yah terserahlah, coba Anda lihat aja sendiri dan coba dipikirin dalam tiga detik pertama, ini yang pakai jas putih pekerjaannya apa?
Dokter adalah pekerjaan yang paling banyak didesak dari kiri-kanan atas-bawah depan-belakang di negeri ini, setelah presiden dan polisi. Mau maju susah, mau mundur susah. Coba dipikir, kalau dokter kepingin kasih makan dirinya sendiri, dia mesti cari pekerjaan dengan buka praktek. Supaya dia dapet penghasilan maka dia mesti dapet pasien. Persoalannya buat dokter, gimana caranya orang mau berobat ke dia kalau tidak ada yang tahu bahwa dia itu dokter? Maka mau tidak mau dia harus beriklan. Dan segede-gedenya iklan yang dia bikin, paling banter hanya berupa plang nama. Iya toh? Kalau nggak ada plangnya, gimana orang mau tahu bahwa dia buka tempat pelayanan, ya kan?
Nah, sekarang kita bicara soal pemasaran. Misalnya kalau ada dokter X buka plang di Dago, maka orang yang ngeh bahwa di situ ada dokter X hanyalah orang-orang yang tinggal di Dago. Orang yang tinggal di Cibarengkok, di Padalarang, apalagi di Cilacap, tidak akan tahu bahwa ada dokter X yang berpraktek di Dago. Kesimpulannya, dokter X tidak akan dapet pasar pasien dari Cibarengkok, Padalarang, atau Cilacap. Apalagi mau dapet pasien dari Bojonegoro, Ampenan, bahkan dari Balikpapan, wah mimpi dah.
Tapi ini nggak adil. Sering banget di koran saya lihat iklan dengan foto dokter segede-gede gaban, dia berpraktek di Singapura atau di Guangzhou. Tahu dari mana saya bahwa dia dokter? Yaa soalnya dia pakai jas putih. Iklan gede kayak gitu kan lebih menarik, konsekuensinya dia bisa menarik pangsa pasar pasien dari Indonesia. Kesimpulannya, dokter yang prakteknya di luar negeri bisa dapet pasien dari seluruh Indonesia karena dia bisa ngiklan di koran Indonesia. Sedangkan dokter yang prakteknya di Bandung belum tentu bisa dapet pasien meskipun dari Cilacap atau dari Balikpapan doang karena iklan yang cuman boleh dia pasang hanyalah plang putih yang sederhana di depan kantornya.
Pertanyaan kecilnya, bagaimana kita bisa membandingkan kualitas dokter Indonesia dengan kualitas dokter luar negeri, kalau dari segi pemasaran buat pasien saja masih dibatasin?