Nah, ada sebuah rumah makan multicabang yang saya incar dari dulu bernama Bebek Palupi. Selaku pengganyang setia bebek, sejak dulu saya faham bahwa Bebek Palupi adalah bebek yang wajib dicicipi kalau kita mengaku seorang penggemar bebek dan tinggal di Surabaya. Persoalannya, di Surabaya ada selusin depot bernama Bebek Palupi, dan saya nggak tahu yang mana yang aseli!
Menurut dongengnya my hunk, jaman dulu kala, Bebek Palupi masih berupa warung tenda di trotoar sebuah jalan di Rungkut, yang buka cuman malem dan subuh-subuh sudah gulung tikar lantaran keberadaannya nutupin fasad sebuah kantor. Yang biasa beli bebek di situ bejibun, dan antreannya meluber sampek ke jalan. Suatu ketika, warung tersebut betul-betul digusur karena pembenahan kota, sehingga Bebek Palupi pun lenyap. Pelanggannya pun merana, karena mereka sudah kadung demen dan bingung cari pemilik Bebek Palupi itu ke mana..
Sampek kemudian ada lagi seseorang membuka rumah makan bebek, dan di plangnya tertulis Bebek Palupi. Banyak yang beli bebek di situ, tapi akhirnya sebagian kecewa lantaran ternyata itu bebek Palupi KW 2, alias itu bukan bebek Palupi asli, dan cuman seseorang aja ngaku-ngaku bahwa namanya Bebek Palupi. Bersamaan dengan itu, lama-lama makin banyak orang buka rumah makan bebek di Surabaya. Entah itu di kawasan Darmahusada, Baratajaya, Citraland, dan lain sebagainya, dan semuanya mengaku bernama Bebek Palupi!
Akhirnya, setelah bertahun-tahun meraba-raba dalam gelap dan dibikin bingung oleh bermacam-macam Bebek Palupi KW 2, lama-lama nongollah titik terang bagi para pemburu bebek. Santer beredar isu, bahwa Bebek Palupi yang aseli ada di Jalan Rungkut Asri Tengah. Spontan saya dan my hunk pun meluncur ke kawasan itu, yang sebetulnya cukup asing bagi kami lantaran kami jarang main ke sana, soalnya kan jauh dari tempat tinggal kami, sekitar 10 kilo gitu deh. Begitu tiba di sana, semakin bingunglah kami, karena ternyata di satu jalan itu ada tiga tempat makan yang berdekatan dan ketiga-tiganya adalah Bebek Palupi..
*haduh, bagaimana ini?* (dengan nada panik a la Nobita)
Hasil perburuan bebek yang tidak sia-sia. Foto : Eddy Fahmi |
Saya sendiri gemas, kenapa sih orang mesti ngejiplak nama usaha orang lain. Mbok pakai nama karangan sendiri, ‘napa? Kan orang asing yang kesasar kayak saya gini yang jadi korban, lantaran kebingungan nyari-nyari mana bebek goreng yang aseli dan mana bebek goreng yang KW.
Tetapi mungkin ini juga salah satu alasan kenapa pengusaha kecil-kecilan susah maju. Karena saat mereka mulai menggarap usaha mereka dari partai ceperan, sudah ada orang lain yang meniru dan menjiplak nama mereka. Mestinya pedagang warung kaki lima itu juga sudah diajari masalah hak paten. Retribusi yang mereka bayarkan karena sudah menyita trotoar seharusnya diberi kompensasi dengan pelatihan mengenai hukum kewirausahaan. Misalnya Pak Kumis kepingin bikin warung bakso di trotoar, mbok ya Pak Kumis harus mempatenkan usahanya dengan nama Bakso Pak Kumis. Jadi kalau ada orang lain buka usaha warung bakso juga dan pakai nama Bakso Pak Kumis, Pak Kumis yang aseli bisa nuntut royalti coz dia kan udah pakai nama itu duluan..