Friday, June 10, 2011

Legian Pindah ke Barat?

Coba tebak, ini di mana? Petunjuk: Foto ini saya jepret di Bali, Sodara-sodara Jemaah Georgetterox tinggal jawab, ini di tempat mana di Bali-nya?

Legian?

Kuta?

Nusa Dua?

Salah semua. Ini di..jreng jreng, Tanah Lot!

Terakhir kali saya ke Tanah Lot tujuh tahun lalu, saya selalu mengenang sebuah pantai di pinggir Bali Barat yang pemandangan utamanya adalah sebuah pulau kecil di seberang pantainya dan di pulau itu ada pura. Tanah Lot adalah primadona utama untuk penghasilan pariwisata Kabupaten Tabanan, dan penduduk lokal memanfaatkan tempat favorit para turis itu untuk berjualan souvenir.

Sewaktu saya ke Tanah Lot minggu lalu, saya tertegun karena sedikit banyak Tanah Lot sudah berubah. Tidak cuman tempat parkirnya yang lebih tertata rapi, tetapi juga pasar di sepanjang jalan setapak menuju pesisir Tanah Lot tempat turis biasa nongkrong ngecengin matahari terbenam, sudah disulap tampangnya menyerupai Jalan Legian di Kuta. Gimana nggak mirip Legian, lha di kiri-kanannya berdiri toko-toko dengan sinar lampu mentereng dengan plang barang-barang bermerk macam Polo, RipCurl, Billabong, dan..Crocs??

Nampaknya pemerintah daerah Tabanan telah menata kawasan ini habis-habisan menjadi daerah dengan perputaran uang yang cukup tinggi. Beberapa petak tanah di sepanjang jalan Tanah Lot, yang saya ingat dulu tempat berdirinya toko-toko lusuh yang mau bobrok, nampaknya telah dijual ke investor-investor tajir, dan para investor itu pun mengeksploitasi tanahnya dengan membangun toko-toko cantik yang mewah. Yang belanja di situ ya turis-turis, namun lebih banyak lagi turis-turis Kaukasus yang pergi ke sana dan membuang banyak dolar hanya untuk sekedar souvenir kayu. Pendek kata, Tanah Lot bukan lagi sekedar area lokal milik penduduk Bali, tetapi sudah jadi area internasional yang mahal..

Kabar baiknya, penduduk lokal nggak cuman sekedar jadi penjual penggembira, tapi mereka tetap diperbolehkan menyewa banyak lahan di sana untuk menggelar lapak maupun kios, meskipun harganya memang setengah mati harus bersaing. Adanya toko-toko semacam Polo yang mewah nampaknya nggak bikin para pedagang souvenir lokal kalah pamor, coz saya masih melihat banyak sekali turis Kaukasus dengan antusias menyisiri pasar di Tanah Lot untuk menawar kain sarung.

Saya senang melihat orang-orang berjualan dan membeli di sana, dan saya senang lihat orang-orang berambut pirang itu nggak segan-segan merogoh seratus ribuan perak hanya untuk sekedar sebentuk gelang kayu. Pasar di Tanah Lot cenderung lebih menarik daripada tahun-tahun sebelumnya, artinya lebih banyak lagi penghasilan masuk ke kantong penduduk setempat. Lebih banyak orang kaya, mudah-mudahan akan diikuti lebih banyak lagi orang yang bisa mengakses pelayanan kesehatan dan bisa bersekolah sampek perguruan tinggi.

Seperti yang saya ingin bilang dari dulu, bagian paling menyenangkan dari jalan-jalan berkelana bukanlah belanja souvenir. Bagian paling menyenangkan justru MENEMUKAN. Dan saya menemukan bahwa pedagang lokal di Tanah Lot yang dulu beromzet kecil, kini bisa lebih sejahtera dengan pasar Tanah Lot yang kini tampil lebih ngejreng dan memikat.