Tuesday, April 14, 2009

Selamatkan Nona Ceria


Tepat, bukan cuma Mr Happy yang perlu disayang-sayang, tapi Nona Ceria juga butuh kesejahteraan. Dan sebenarnya judul ini kurang tepat, soalnya yang mau gw bahas bukanlah jalan lahirnya perempuan itu, melainkan tentang klitorisnya yang super sensitif. Hey Pria, jangan kabur, mentang-mentang ini bukan tentang barang milik Anda! Anda perlu tau ini, supaya Anda nggak cukup bego untuk menyakiti anak Anda.

Apa pasal? Ini sebabnya.
Di kota tempat gw kerja, masyarakat masih senang menyunat bayi-bayi perempuan mereka. Serius deh; saat di kota-kota lain para kyai sudah mulai mengharamkan jemaahnya untuk menyunat bayi perempuan, nyatanya masih ada yang tega-teganya nyunat anak-anak gadis mereka. Ngomong-ngomong, cewek apanya sih yang perlu disunat? Nggak ada, nggak ada, nggak ada!

Padahal kita-kita yang pinter ini kan tau bahwa nggak ada gunanya cewek disunat. Masih untung bayinya nggak mati karena berdarah-darah.

Bayangin kalo ada orang melayat dan bilang gini, "Oh, kami turut bela sungkawa, Pak, anaknya masih bayi tapi sudah meninggal. Kenapa meninggalnya, Pak? Memangnya anaknya sakit apa, Pak?"
Kata bokapnya, "Ngg..kemaren itu saya minta mantri buat nyunat anak saya, lalu anak saya keluar darah terus. Darahnya nggak mau berhenti dan akhirnya anak saya nggak selamat."

Lebih gaswat lagi kalo bayinya hidup, tumbuh, jadi dewasa, dan akhirnya punya suami. Sepanjang pernikahan, pas lagi campur, istrinya nggak pernah orgasme.
Suaminya menggerutu kesal, "Ma, Papa sudah coba segala gaya, dari posisi misionaris sampai doggy style, kok Mama nggak pernah puas sih?"
Kata sang korban sunatan, "Ehm, Pa, soalnya..klitoris Mama tinggal setengah."

Maka, tidak heran bahwa nyunat perempuan sama aja dengan menghalangi perempuan mendapatkan hak mereka untuk memperoleh kepuasan seksual. Ini yang kita sebut trauma psikologis jangka panjang yang efeknya jauh lebih jelek ketimbang sekedar tewas karena pendarahan. Bahkan penyiksaan terhadap perempuan sudah dimulai semenjak dirinya masih jadi orok.

Dan di Pulang Pisau, bayi perempuan yang disunat dirayain dengan makan-makan. Bonyoknya nyembeleh ayam, lalu bikin pesta dan ngundang tetangga. Jadi pendeknya, orang-orang ini makan-makan untuk merayakan seorang gadis malang yang baru saja kehilangan orgasme yang nggak akan pernah dia dapatkan.

Susah karena mendidik para orang tua supaya tidak nyunat anak perempuan mereka, jauh lebih susah ketimbang ngajarin mereka bikin bayi. Faktanya, orang tua nyunat anak-anak gadis coz mereka disaranin gitu oleh pemuka agama setempat, yang ketinggalan berita bahwa menyunat cewek itu dilarang. Itulah resiko yang harus ditanggung daerah terpencil. Selain sarana infrastruktur yang ketinggalan jaman, urusan pendidikan mental pun juga sangat "last year".

Untunglah pestanya batal. Suatu hari ketika ayamnya mau disembeleh, mendadak ayamnya udah nggak ada. Pemiliknya nyari ayam itu ke mana-mana, tapi ayamnya nggak ketemu. Ketika mereka buka kandang ayamnya..OMG! Apa coba yang ketemu?
Seekor ular sepanjang tiga meter sebesar diameter tiang listrik sedang asyik ngunyah bangkai ayam naas itu.

Jadi, bayi yang malang itu kehilangan klitoris, ayam buat kenduri mati dimakan ular, dan tetangga sekampung batal makan-makan gratis. Rugi berapa kali tuh?

Jangan sunat anak-anak perempuan. Perempuan butuh klitoris mereka utuh. Coz mereka layak untuk orgasme supaya merasakan kepuasan seksual. Dan perempuan itu, memang harus bahagia.