Kita ini selebriti. Banyak yang hafal muka kita. Tapi kita suka lupa bahwa ada juga orang yang saking nggak gaulnya sampai nggak kenal kita. Misalnya orang-orang yang nggak pernah nonton tivi. Contohnya ya gw ini.
Kemaren gw dibikin ngakak oleh sebuah pemberitaan di Kompas. Sebuah Balai Kesehatan Jiwa yang khusus ngopname orang-orang sakit jiwa di Karanganyar, Purbalingga, akhir-akhir ini makin sering didatengin wartawan. Semula pegawai Balai itu maklum-maklum aja, coz kebetulan Sumanto kan emang dirawat di Balai itu. (Eh, pada tau Sumanto kan? Itu..orang yang demen makan orang.) Mungkin dikiranya wartawan mau motret Sumanto.
*Memang hebat kalo orang gila jadi selebriti, semua wartawan berebutan kepingin motret dia. Anda ingin dikejar-kejar wartawan? Makanlah orang.. Aduh!*
(Little Laurent baru dijitak.)
Belakangan kemudian, para pegawai Balai diprotes habis-habisan oleh keluarga yang nitipin pasien lain di situ. Protesnya, "Kenapa Balai membiarkan wartawan motret gambar bapak saya? Kan sekarang semua orang jadi tau bapak saya jadi gendheng..?"
Sang petugas Balai bingung. Lho, memangnya kalo pasiennya dipotret wartawan kenapa? Kok keluarganya sampai segitu malunya?
Tapi akhirnya setelah sang pasien ditanyain oleh petugas kenapa sampai dibawa ke Balai itu, bukannya jawab, sang pasien malah sibuk koar-koar ngomong politik. Owalah..ternyata sang pasien gila itu adalah caleg!
Pantesan wartawan jadi rajin nyambangin Balai. Ternyata mereka bukan kepingin motret Sumanto; mereka juga kepingin motret caleg-caleg yang jadi gendheng gara-gara nggak menang Pemilu lalu.
Tapi apa itu salah Balai sampai-sampai wartawan kepingin motret pasien-pasien "seleb" itu? Tukas Balai ke keluarga pasien, "Lha waktu pertama nganterin pasien ini Anda bilangnya karena stress di rumah? Anda nggak bilang kalo pasien ini caleg..!"
Cerita ini jelas lebih parah daripada pengalaman gw waktu jadi mahasiswa magang di rumah sakit tiga tahun lalu. Seorang pasien digotong keluarganya gara-gara kecelakaan lalu lintas. Dia nggak luka apa-apa sih, cuma sakit kepala ringan aja. Tapi pas gw interogasi, orangnya ketawa melulu kayak yang ngeremehin prosedur resmi yang gw lakukan itu. Belakangan gw disikut sama kolega gw, "Vic, itu kan artis!"
Hah? Gw melongo bego. "Kok namanya nggak terkenal?"
"Dasar kuper lu. Itu kan yang menang API!"
Gw mengernyit bingung. "Akademi Pantasi Indonesia?"
"Bukan, Vickiie.. API itu Audisi Pelawak Indonesia!"
Gw makin bingung kenapa melucu aja harus diaudisi. "Uh..emang ada ya acara kayak gitu?"
"Huuh..makanya tho, Vic, jangan jaga UGD melulu. Sekali-kali nonton tivi, napa?"
Gerutu gw, "Kok dia nggak bilang sih kalo dia itu artis?!"
Gw melapor ke boss gw, seorang dokter residen bedah. Ada pasien diagnosa contusio jaringan. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dan dia artis.
Boss gw langsung panik. "Hah? Artis?! Ya ampun, suruh pulangin segera! Jangan sampai ada wartawan dateng ngeliput ke sini, gw lagi ogah masuk tipi!" katanya sambil buru-buru ngeresepin obat penahan rasa sakit yang harganya cukup mahal, atas nama si artis.
Jadi ini adalah pesan kepada Anda, para blogger yang udah jadi seleb. Kita memang dipuja orang. Tapi kadang-kadang seleb, entah itu artis atau caleg, terpaksa jadi orang biasa, misalnya harus masuk rumah sakit jiwa, atau harus menghadapi prosedur bertele-tele ketika berobat ke unit gawat darurat. Petugas-petugas di sana belum tentu sering nonton tivi, jadi suka nggak ngeh tentang siapa kita ini. Maka jadilah orang rendah hati. Kalau tidak bisa rendah hati, tolong beri tau mereka, bahwa kita ini selebriti. Jadi mereka bisa ngerti kita. Minimal dengan merahasiakan kondisi kita dari nyamuk-nyamuk pers.
Jangan kayak gw yang mukul rata perlakuan terhadap semua pasien gw.
"Dokter Vicky, pasien ini selebriti lho.."
"Hm," gw mengangkat bahu. "So what? HIV, gitu lho.."
"Kok pasiennya dibilang HIV?"
"Hemang Ikke Vikirrin..!"