Thursday, May 13, 2010

Boss yang Baik

Jika Anda jadi boss, lalu suatu ketika pegawai Anda bikin kesalahan yang cukup besar sampek bikin konsumennya ngamuk, apa yang akan Anda lakukan? Pasti rasanya stress berat, coz sebagai atasan kan Anda sudah banyak nyap-nyap kasih pengarahan ini-itu ke pegawai supaya jangan sampek bikin konsumen marah, tapi kok ya pegawai masih berbuat salah juga? Rasa-rasanya nggak ada yang lebih Anda kepinginin selain ngamukin pegawai lantaran kesalahannya sudah bikin perusahaan Anda merugi, entah itu rugi duit atau malah rugi kredibilitas. Gampang, turunin aja gaji pegawainya, kalau perlu pecat sekalian. Beres?

Itu kan masalah pengelolaan sumber daya manusianya. Bagaimana dengan pengelolaan konsumen, apakah itu akan menyelesaikan persoalan ngamuknya konsumen? Kita kan cemas karena kemarahan konsumen bisa bikin perusahaan merugi, lantas apakah menghukum pegawai yang bersalah bisa menjamin bahwa konsumen akan balik lagi buat memakai jasa perusahaan kita?

Gw sendiri nggak yakin. Anggap aja gw ngamuk sama sebuah salon gara-gara gw udah minta supaya gw di-creambath pakai krim stroberi tapi oleh si kapsternya malah di-creambath pakai krim lidah buaya, gw sama sekali nggak akan mau tahu apakah tuh kapster mau dipecat atau enggak. Jadi gimana sebaiknya usaha si salon supaya gw sudi buat creambath di tempat itu lagi?


Itu yang gw pikirin waktu gw baca koran kemaren, mengenai Sri Mulyani. Banyak orang yang merasa sayang Bu Ani harus pergi ke Washington dan nggak jadi menteri lagi. Lepas dari gonjang-ganjing Bank Century yang mojokin Bu Ani, banyak orang mengakui bahwa di bawah kepemimpinan Bu Ani, Kementerian Keuangan jauh lebih baik dari dulu-dulu. Bu Ani memang nggak segan-segan menindak bawahannya yang main kotor, tetapi Bu Ani juga nggak malu-malu buat minta maaf kepada publik atas ulah Gayus yang bikin malu se-Dirjen Pajak. Padahal kalau dipikir-pikir yah, yang salah kan bawahannya Den Gayus itu, tapi kenapa Bu Ani sebagai sang boss yang notabenenya nggak ikutan nilep pajak juga minta maaf?

Di sinilah kita mengerti bahwa tanggung jawab seorang atasan bukan cuman membimbing anak buahnya buat mencapai tujuan yang diharapkan dari organisasi itu, tetapi dia juga bertanggung jawab buat berupaya membalik reputasi organisasi yang sudah dijungkir habis oleh bawahan. Suatu perusahaan nggak bisa jatuh cuman gara-gara pegawainya bikin ulah jelek, tetapi perusahaan itu bisa jatuh kalau gagal meraih kembali kepercayaan konsumen. Dan minta maaf kepada konsumen yang merasa dirugikan, adalah usaha yang bisa dilakukan atasan untuk meminta kepercayaan konsumen kembali, lepas dari fakta bahwa atasan sama sekali tidak bersalah atas ulah pegawai tersebut.

Bahkan wakil pimpinan dari rumah sakit tempat gw bekerja dulu pernah bilang kepada kami para dokter bawahannya, “Saya selalu minta maaf kepada para pasien jika mereka tidak puas atas pelayanan kita. Minta maaf itu murah.” Membuat gw merasa malu atassifat low-profile-nya, coz gw tahu bahwa sebenarnya dos-q cuman duduk doang di kantornya, sementara kami yang berjibaku berhadapan dengan pasien-pasien ngamuk itu setiap hari dan kami suka lupa minta maaf sama pasien. Padahal, minta maaf itu bukan selalu berarti kita yang salah. Tetapi minta maaf adalah melihat ketidakpuasan orang lain dari sudut pandang yang berbeda. Dan dengan minta maaf, kita sudah jadi pemenang yang berada di atas angin atas kericuhan yang ada.

Gw nggak bisa komentar banyak mengenai peran Bu Ani dalam mengelola dana bail-out-nya Bank Century. Tapi gw memandang Bu Ani sebagai atasan dari Kementerian Keuangan, yang berani minta maaf kepada publik atas kesalahan bodoh yang dilakukan anak buah kecilnya. Itu yang bikin gw respek terhadap Bu Ani. Ma’am, you’re a good boss that they’ve ever had.



Gambarnya Ibu diambil dari sini