Sekitar beberapa waktu lalu gw menjumpai seorang komentator dalam blog gw. Waktu itu gw lagi cerita tentang salah satu aktivitas kerjaan gw dalam blog, kemudian ada banyak penonton berkomentar di bawahnya. Nah, lalu datanglah seorang komentator yang tanpa tedeng aling-aling, tahu-tahu nanya gini, “Mbak Vicky, sebenarnya Mbak Vicky ini dokter atau bidan?"
Gw agak terhenyak. Wah, batin gw. Jelas banget kalau penonton yang satu ini nggak membaca deretan komentar yang sebelumnya. Coz kalau dia membaca komentar-komentar sebelumnya, dia nggak akan sampek nanya begitu.
(Waktu itu gw agak ragu-ragu, apakah tuh komentar yang masih dalam moderasi mau gw approve atau enggak. Bukan apa-apa, gw kesiyan euy, soalnya kalau gw tayangin tuh komentar, nanti tuh komentator nampak “nggak smart”-nya..)
Tapi kemudian gw menyadari bahwa akar masalahnya sebenarnya simpel: Dia nggak baca seluruh isi blognya. Maksudnya dia baca artikel gw doang, tapi dia nggak baca komentar-komentar yang dateng sebelum dia.
Lha nggak semua orang sudi mbaca semua komentar sebelum dirinya sendiri berkomentar kan? Banyak orang yang cuman mau baca artikelnya aja, terus langsung njeplak komentar tanpa lihat dulu komentar sebelumnya. Ini sah-sah aja. Malah ada beberapa yang lebih parah, mereka cuman mau baca judulnya doang, lalu langsung komentar tanpa baca isi artikelnya dengan seksama. Hasilnya betul-betul gila. Dulu gw pernah nulis “Bercerai Itu Indah”, di mana pada alinea pertama gw menulis, “Akhirnya! Gugatan cerai gw dikabulkan, Sodara-sodara! Lepas sudah hubungan itu, tak ada lagi kewajiban itu, yang perlu gw lakukan hanyalah menuntut harta gono-gini yang jadi hak gw!” tahu-tahu seorang penonton njeplak di komentarnya, "aku gak ngerti, ..kenapa seolah cinta dalam sebuah rumah tangga..mudah luntur ..apakah karena perbedaan prinsip karena pasangan selingkuh.. karena gak cocok.. ahhh... itu klise.. cinta... dimana kau??? " Padahal, maksudnya artikel itu, gw “bercerai” dari tempat kerja gw di Kalimantan dan pulang dengan bahagia ke Bandung.. Hahaha!
Oleh sebab itu, gw pernah curhat di blognya Bang Bilher, gw biasanya nggak mau komentar dalam sebuah artikel kalau yang berkomentar di situ sudah banyak. Soalnya begini lho, penulisnya kan sudah melempar sebuah topik, lalu para komentatornya sudah komentar ini-itu di bawahnya. Makin banyak yang komentar, gw membaca ke bawahnya makin pusing. Bisa karena ide-ide yang ingin gw ungkapkan ternyata sudah diucapkan oleh komentator lain, bisa juga karena diskusi makin lama makin nggak fokus. Nanti kalau gw ikutan komentar ngeluarin pendapat gw, malah terdengar kayak “setujuu..!” seperti paduan suara DPR, soalnya pendapat gw sudah diucapkan oleh komentator sebelumnya. Atau bisa juga malah jadi kayak komentar bego. “Mbak Vicky ini gimana sih, kan pertanyaan itu sudah diucapkan komentator sebelumnya dan udah dijawab, kok masih mengulang pertanyaan yang sama?
Atau bisa juga, masalah penyimpangan komentar ini juga terjadi karena kondisi yang diciptakan host-nya sendiri. Seringkali orang langsung komentar tanpa baca komentar sebelumnya, karena memang komentar-komentar sebelumnya “nggak keliatan”. Pasalnya, sang host memasang kolom komentarnya dalam bentuk scrolling, di mana untuk melihat keseluruhan komentar, pembaca harus menggeser-geser scroll ke bawah. Lha kalau pembaca mengakses blog ini dari HP, scroll ini nggak keliatan di layar, sehingga suatu artikel yang sebenarnya sudah mendapatkan sekitar 20 komentar malah jadi keliatan seperti baru dapet 3-4 komentar saja.
Makanya, gw nggak pernah ngejar-ngejar jumlah komentar di blog gw. Kalau masih gw rasa jumlah komentatornya kurang, ya gw akan berupaya ngundang orang. Tapi kalau gw rasa jumlah komentatornya sudah berlebihan, gw akan buru-buru bikin tulisan baru supaya perhatian komentator teralih ke tulisan yang baru. Karena makin banyak yang komentar, apalagi kalau jumlah komentarnya sampek ratusan, makin lama diskusi akan makin nggak fokus.
Tulisan ini gw bikin sebagai permohonan maaf kepada teman-teman blogger yang jarang banget gw komentarin padahal mereka udah siap dengan tulisan yang bagus-bagus. Bukan apa-apa, Guys, pasalnya yang berkunjung di tempat kalian tuh udah banyak banget, kayaknya gw cuman jadi penggembira tak berguna nanti. Makanya tho, sering update artikel, jadi makin besar kemungkinan gw untuk jadi komentator fresh di situ. Hahaha!
Thursday, May 6, 2010
Supaya Kau Tidak Nampak Dungu
Salah satu alasan kenapa orang masih enggan ngeblog adalah karena dengan ngeblog itu bisa menunjukkan kapasitas intelegensia seseorang. Dengan ngeblog, seseorang bisa nampak pintar, tapi bisa juga nampak dungu. Dalam perjalanan ngeblog gw, gw sering banget nemu kondisi (termasuk pada diri gw sendiri) bagaimana seseorang yang tadinya nampak pintar dalam nulis artikel, tapi kalau berkomentar di blog orang lain ternyata dirinya jadi keliatan begonya. Begitu pun sebaliknya, ada yang kalau berkomentar di blog orang lain kesannya kayak yang sotoy alias sok tahu, tapi begitu dibuka link blognya ternyata isinya copy paste semua.