Tepat, ternyata bukan cuman kulit torpedonya para pria yang bisa disunat. Tetapi, jangan-jangan vonis buat para penjahat juga bisa disunat. Dan buat menyunatnya nggak butuh anestesi lidokain. Cukup pakai kostum aja.
Dua hari lalu gw nonton dua orang anak disidang lantaran keduanya membunuh seorang nenek. Anak yang satu umurnya 11, dan yang satu lagi umurnya 14. Lupa sih gw gedung pengadilannya di daerah mana. Sekilas gw denger, tuh anak-anak ngebunuh si nenek juga lantaran disuruh emaknya. Waktu diajukan sebagai terdakwa di pengadilan itu, kedua anak itu pakai baju takwa dan peci. Nampak (sok) alim sekali.
Sewaktu nonton liputan itu, gw nggak bisa nggak tergelitik untuk bertanya, “Eh, itu waktu membunuh, anak-anak itu pakai baju takwa dan peci juga, nggak?”
Jamak gw lihat siaran berita yang mewartakan sidang perkara-perkara pidana, dan tiap kali gw cari-cari, yang mana sih penjahatnya, pasti gampang banget nyarinya. Penjahatnya itu, atau mungkin kita sebut ajalah terdakwanya, pasti pakai baju takwa dan peci. Entah itu perkara pemerkosaan, perkara pembunuhan, atau perkara korupsi, setiap kriminalnya pasti pakai “seragam” itu. Ada apa ini? gw bertanya-tanya. Jangan-jangan ada semacam dress code di pengadilan bahwa setiap penjahat yang mau diajukan ke pengadilan, sebaiknya pakai baju takwa dan peci.
Gw belum nanya sih ke teman-teman gw yang pengacara. Takutnya sama mereka nanti diketawain, hihihi..
Kenapa harus pakai baju takwa dan peci, gitu lho? Kesannya kayak yang baru pulang dari pengajian atau habis dapet giliran mukul bedug di surau, terus mampir dulu di gedung pengadilan buat disidang. Coba pakai kostum lain, misalnya pakai beskap plus keris, kalau ngebunuhnya pakai keris. Atau pakai baju item-item dan topeng, kalau kejahatannya berupa ngegarong bank, misalnya. Atau pakai jas dan dasi, kalau perkaranya berupa korupsi. Atau nggak usah pakai baju, kalau waktu merkosanya memang nggak pakai baju. Ya pokoknya jangan pakai baju takwa dan peci. Soalnya waktu mereka melakukan kejahatan itu, mereka nggak pakai baju takwa dan peci, kan?
Gw curiga, jangan-jangan mereka pakai kostum itu, supaya vonis hukumannya disunat. Mungkin sebenarnya tuntutan jaksanya 10 tahun. Tapi begitu hakimnya ngeliat, oh terdakwanya pakai baju takwa dan peci, nampaknya orang ini sebenarnya baik, bukan kriminal (dan mungkin rajin mengaji), baiklah mari kita sunat aja hukumannya jadi lima tahun aja. Siapa tahu dia bisa bertobat dan menyesali kejahatannya, atau kalaupun nggak bertobat, minimal bisa jadi tukang bersih-bersih ruang musola di penjara. Itu musola penjara sudah bertahun-tahun nggak ada yang ngepel semenjak anggaran buat beli obat pel disunat buat alokasi dana menghias sel khusus koruptor.
Jadi, apakah kostum terdakwa menentukan beratnya vonis? Lha gw sendiri, kalau gw jadi hakim, begitu gw lihat terdakwanya pakai setelan Armani, maka gw akan sunat tuh vonis hukumannya. Nanti kalau gw ditanya-tanya hal apa yang meringankan hukuman terdakwa, maka gw akan jawab, “Karena terdakwanya modis.”
Atau kalau gw lihat terdakwanya pakai baju batik, gw juga akan sunat tuh vonis. Nanti alasan gw, “Karena terdakwanya melestarikan budaya Indonesia.”
(Ngerti sekarang kan, kenapa orang macem gw nggak pernah diterima di fakultas hukum?) :-p
Jadi kepikiran nih, tips kalau mau berbisnis baju takwa dan peci, supaya jualannya laris-manis sedangkan sudah banyak yang jualan di depan mesjid. Kenapa nggak jualan di depan gedung pengadilan dan ditawar-tawarin ke keluarga terdakwa yang lagi nunggu vonis? Pasti laku!
Atau, gw jadi curiga nih, jangan-jangan terdakwanya tuh aselinya memang nggak pernah pakai baju takwa dan peci. Cuman karena memang kepingin jadi trendsetter, karena orang-orang udah pada musiman pakai baju setelan jas ataupun batik, maka para terdakwa pun mencoba memopulerkan trend baru dengan memakai baju takwa dan peci. Betul, tidak?
*Hwaa.. dikeplak para pedagang tukang jual baju takwa dan peci..!*
P.S. Gambar-gambar di atas, yang diambil dari sini, sini, dan sini, bukan mengilustrasikan mereka-mereka yang terlibat perkara pidana.