My hunk bela-belain ngajak saya dateng sejam lebih awal buat nonton konser ini. Semula saya nggak ngeh ngapain dateng sore-sore, toh konsernya malem, lagian siapa sih yang seneng jazz dari artis Perancis yang sama sekali nggak terkenal di Indonesia?
Ternyata perhitungan saya salah. Setengah jam sebelum konser mulai, pengunjung mulai memadati teras gedung, dan panitia terpaksa nyuruh pengunjung berbaris. Yang dateng rata-rata mahasiswa, mereka dateng bergeng-geng. Saya, yang mantan mahasiswa brutal, mulai curiga bahwa tidak ada ceritanya mahasiswa melewatkan apa-apa yang gratis, sehingga saya dan my hunk merapat ke dalam barisan sembari gandengan erat bak orang mau tawaf. Bener aja, siapa cepat dia dapat, ternyata yang baris paling depan bisa duduk di kursi penonton paling depan.
Tapi nggak depan-depan amat. Dua baris paling depan sudah ditandai panitia, ada kertasnya bertuliskan "Undangan". Halah! Saya mbatin, coz sebel lantaran saya bukan Very Important Person. Untungnya saya dan my hunk cukup gesit, jadi kami bisa dapet baris ketiga. A-ha.
Sembari nungguin artisnya muncul, my hunk nge-twit dan saya sibuk nolah-noleh. Lalu masuklah segerombolan itu. Satu keluarga, Kaukasus, anaknya ada empat orang, paling besar mungkin belum berusia sembilan tahun. Semuanya ngomong Perancis. Dan gerombolan itu pun menghampiri barisan kursi paling depan. Merekalah Undangan-nya.
Lha namanya juga anak-anak, nggak kulit putih, nggak kulit sawo mateng, kalau disuruh nunggu, ya jelas nggak sabaran. Anak yang laki, ngambil kertas bertuliskan undangan yang tadi ada di kursinya, lalu melipat-lipatnya. Tahu-tahu, sebuah pesawat kertas melayang di depan piano yang mau dipakai konser.
Adeknya ternyata juga nggak mau ketinggalan. Kertas undangan yang ada di kursinya pun dia lipat-lipat. Yeah, pesawat kertas kedua pun melayang!
Adeknya yang satu lagi, saya taksir mungkin baru berumur empat tahun. Gaun yang dipakaikan emaknya kayaknya kegedean. Bolak-balik tali gaunnya copot, alhasil mammae-nya ekspos ke mana-mana. Si upik bule kayaknya nggak peduli. Duduk petangkrangan di kursi penonton paling depan, tapi lebih banyak pecicilan.
Saya nyikut my hunk. "Aku bela-belain dateng ke konser cepet-cepet, malah disuruh duduk di belakang arek-arek cilik yang nggak mau duduk manis."
My hunk cuman senyum-senyum.
Untungnya, bonyok anak-anak Kaukasus itu kemudian nongol. Kaget bagian depan pentas sudah dirombak jadi arena tempur pesawat kertas, dua-duanya langsung mendelik ke anak-anak itu pakai bahasa Perancis. Nadanya seperti, "Ayo duduk manis! Nggak boleh lempar-lemparan pesawat!"
Saya ngeliatnya kebelet mau ketawa. Owalah, Ma'am, Ma'am, sampeyan dari negara kaya kok anaknya banyak bener dan umurnya kok hampir sepantaran semua? Alat KB di sana mahal ya?
Untung artisnya tepat waktu. Cedric Hiarnot nongol bersama seorang basis dan seorang drummer yang ganteng-ganteng, dan hadirin langsung tepuk tangan. Semua orang yang memadati La Salle (dalam bahasa Perancis artinya "ruang kelas"), duduk hening, dan mendengarkan dengan antusias.
Lagu pertama, tepuk tangan masih meriah. Lagu kedua dan ketiga, tepuk tangan tetap meriah. Mulai lagu keempat, saya lihat penonton-penonton kecil itu mulai bosen. Salah satu manjat tempat duduk, ngintip penonton-penonton belakangnya. Satu lagi menguap lebar-lebar. Yang satunya bahkan sudah menggolerkan kepalanya di lengan nyokapnya.
Memang kalau saya itung-itung, biarpun bintang konsernya itu artis Perancis, tapi penontonnya sendiri kebanyakan masih orang Indonesia. Sedikit banget kalangan Perancis yang dateng, biarpun mereka udah dikasih privilege tempat istimewa paling depan. Ada beberapa tempat yang tadinya disediain buat VIP, sebagian malah kosong. Belakangan para empunya tempat duduk dateng, ternyata masih warga pribumi juga, mungkin dari klub musik manaa gitu.
Jujur aja, saya suka sebel sama kelakuan orang-orang VIP ini. Udah dikasih tempat duduk paling enak sedunia, tapi nggak mau dateng tepat waktu. Yang udah dateng pun ternyata orangnya bukan VIP, mungkin cuman keluarganya atau handai-taulannya yang sama sekali nggak ngerti musik atau minimal tahu bahwa kalau ke konser itu mesti duduk tertib. Mbok tempat duduk paling enak tuh dikasih aja ke penonton yang udah jelas-jelas mau bela-belain ngantre dan dateng lebih awal demi dapet kursi paling depan.
Nggak cuman VIP di konser musik. Tapi juga di tempat-tempat lainnya. VIP di tempat kondangan penganten, yang dikasih tempat makan khusus tapi ma'emnya nggak diabisin. VIP di simposium, yang dibelain duduk di depan tapi malah tidur sepanjang seminar. Atau VIP-nya orang-orang studi banding tapi malah bawa istri dan istrinya minta dibawain barang belanjaan. Dan entah VIP apa lagi.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com