Tuesday, March 9, 2010

Alkohol Haram, Sebelah Mana?


Sudah hampir seminggu gw menenggak minuman beralkohol. Dan gw merasa jauh lebih baik.

Jadi, Bandung mau bikin peraturan daerah tentang minuman beralkohol. Seperti biasa, tiap kali suatu peraturan mau dilegitimasi, pasti ada aja yang pro dan kontra. Sebenarnya kita tahu bahwa tiap kali pemerintah mau bikin perundangan, pasti tujuannya baik, cuman memang kadang-kadang implementasinya bisa bikin gerah kalau pemahaman esensinya cuman separuh-separuh.

Alasan pro, jelas coz minuman beralkohol itu potensial bisa bikin mabuk, sedangkan minuman yang bikin flying high macam gitu pasti dilarang oleh mayoritas agama. Apa lagi sedang diagendakan supaya Bandung itu menjadi kota yang agamis. Poin terakhir ini yang rada gw skeptis, coz gw nggak ngerti agamis itu apa sih? Kalau dalam suatu kota itu penduduk dari suatu agama masih sering bersyakwasangka terhadap penduduk penganut agama lain, apakah itu juga disebut agamis?

Pendapat yang kontra bilang bahwa peraturan itu bisa menghambat tujuan kota yang bermaksud menjadikan Bandung sebagai kota industri hiburan. Coba dipikir, kalau mau serius menjadikan Bandung sebagai kota hiburan, ya mesti ditingkatkan kualitas hotel-hotel yang ada. Salah satu paramater dari pencitraan tinggi suatu hotel adalah dijualnya minuman beralkohol di hotel tersebut. Coba Anda tengok aja ke hotel-hotel bonafid, mereka pasti jual minuman beralkohol.

Nah, dikuatirkan kalau sampai peraturan ini disahkan, maka akan dilaranglah minuman beralkohol beredar di Bandung, akibatnya itu akan mengurangi kunjungan turis-turis (yang kebetulan gemar minuman beralkohol) untuk menginap di Bandung.

Memang, wisatawan berkunjung ke Bandung itu tujuannya bukan buat nyari minuman beralkohol. Tapi adanya minuman beralkohol itu akan meningkatkan prestise dari hotel yang menyediakannya. Sampai di sini, kita nggak bisa sok-sok idealis, "Memangnya kalau mau dapet devisa gede kita mesti bikin orang mabok ya?"

Nah, kalimat terakhir inilah yang mesti kita garisbawahin. Kenyataannya, minuman yang beralkohol belum tentu selalu bikin mabuk. Mabuk, atau dalam pengertian medisnya adalah kehilangan kesadaran sehingga tidak bisa beraktivitas dengan normal, hanya bisa disebabkan alkohol pada kadar tertentu yang cukup tinggi. Artinya, kalau mengonsumsi alkoholnya cuman seupil (upil sungguhan lho ya, bukan kiasan!), ya nggak bikin mabuk dong.

Lalu, asosiasi ulama di Bandung ternyata juga belum mengharamkan minuman beralkohol. Gw belum kros-cek ke ulama soal ini, tapi ternyata setelah gw baca 6666 ayat itu sampai tamat, nggak ada tuh tulisannya "dilarang minum apapun yang mengandung alkohol". Yang ada ya dilarang minum apapun yang memabukkan. Makanya wajar banyak suara-suara yang minta supaya peraturan daerah itu jangan dinamai perda minuman beralkohol, tetapi dinamain aja perda minuman keras.

Sebab alkohol nggak cuman ada di minuman keras. Alkohol yang lebih bermanfaat ada di bahan-bahan konsumsi lain. Sudah hampir seminggu ini gw minum obat batuk dan obat ini mengandung etanol 6,93% v/v. Etanol adalah bentuk sederhana dari alkohol, dengan rantai kimia C2H5OH. (Maaf, gw nulis ini nggak bisa pakai subscript.) Alkohol sendiri adalah segala macam senyawa organik yang punya rantai kimia C(n)H(2n+1)OH.

Jadi, sebenarnya pelarangan terhadap minuman beralkohol adalah salah kaprah. Karena efeknya, segala macam obat-obatan minum produk farmasi yang mengandung alkohol bisa dibredel.

Yang lebih tepat sebenarnya adalah pelarangan minuman keras. Misalnya, minuman keras cuman boleh dijual di tempat yang sudah berijin. Lalu, yang mbelinya mesti nunjukin KTP. Kemudian, pajak minuman keras dinaikkan setinggi-tingginya. Dengan demikian, minuman keras tidak akan bisa disalahgunakan oleh orang-orang yang nggak bertanggung jawab.