Apakah Anda bercita-cita punya rumah sendiri? Rumah macam apa yang Anda inginkan? Mungkin kisah ini bisa membantu supaya Anda nggak dapet rumah asal-asalan.
Di suatu hari pada musim panas yang terik pada tahun '06, beberapa mahasiswa lagi ngerumpi di sebuah kamar, membayangkan masa depan yang tidak boleh suram.
"Kalo gw punya rumah nanti, gw mau rumah yang kecil aja. Jadi gampang ngepel kalo pembokat pulang," kata Cruz, bukan nama sebenarnya.
Temannya, Penelope, juga bukan nama sebenarnya, nimpal. "Kalo aku, maunya punya rumah yang kamarnya empat. Satu buat aku, satu buat mamaku, satu buat anakku, satu buat adikku," katanya tersenyum manis.
"Ah, kalo aku mau rumah yang besar," seloroh Vicky, kalo ini nama sebenarnya, hehehe.. "Supaya aku bisa ngundang orang banyak buat hajatan."
"Kalo aku mau rumahnya tingkat dua," kata Shilpa, bukan nama sebenarnya. "Biar nggak repot kalo banjir.."
Spontan kami semua ketawa. "Ya beli rumahnya jangan di daerah banjir doong.."
***
Jadi, sudah beberapa minggu ini, di koran Bandung gw rajin baca jadwal pemadaman listrik. Sebenarnya jadwal itu nggak ngefek banget coz gw toh nggak pake lampu di siang hari. Cuman yang kita concern adalah kulkas di kantor itu nggak boleh mati terlalu lama, coz kalo melewati durasi tertentu, vaksin dalam kulkas itu bisa rusak. Jadi untuk mengantisipasinya, kalo kantor ketiban pemadaman bergilir, kita mesti bawa termos es dari rumah.
Lalu dari jadwal itu gw menyadari satu hal yang esensial: Gw bukan mau ngomong jorok ya, tapi daerah gw ternyata nggak pernah ketiban pemadaman bergilir. Padahal restoran ayam goreng yang letaknya 200 meter dari rumah gw aja udah ketiban.
Ada apa ini? Apakah karena daerah ini ada penunggunya bernama Vicky Laurentina, jadi nggak pernah ketiban mati lampu?
*getok getok. Ge-er banget dirimu, Vic!*
"Mungkin, Ky.." kata bokap gw sebelum diri gw ge-er lebih jauh. "Mungkin karena sekitar kita banyak rumah pejabat."
Gw terhenyak. Ya ampun. Iya ya betul. Rumah gw memang berada satu jalur dengan rumah beberapa mantan orang penting yang sok penting. Pantesan kita nggak pernah mati lampu. Lha si restoran ayam goreng itu ketiban mati lampu coz posisi dia kan di seberang jalan, bukan di sisi yang sama dengan rumah gw (dan rumah-rumah pejabat).
Jadi inget nih, Jakarta sering banjir, lantaran pintu-pintu airnya dipaksa dibuka demi "pemerataan banjir". Tapi anehnya, gw kok nggak pernah denger Istana kebanjiran, atau rumah dinas Menteri kebanjiran? Dan gw pengen tau aja, pernahkah Anda denger rumahnya gubernur atau rumahnya walikota kebanjiran atau mati lampu?
Jadi, balik ke rumpian mahasiswa-mahasiswa tadi, apa syarat utamanya punya rumah? (Bukan, bukan ditungguin Vicky Laurentina.)
Syaratnya adalah, "Rumahnya kudu tetanggaan sama pejabat supaya nggak kebanjiran atau ketiban mati lampu.."