Jauh sebelum Foursquare lahir, paman saya sudah rajin mencatat rapi tempat-tempat makan favoritnya dalam PDA kecilnya yang cuman segede telapak tangan. Termasuk juga kalau dia dengar orang lain ngomongin tempat makan enak, dia langsung catet itu di PDA-nya sebagai salah satu "must visited place".
Salah satu tempat yang ada di daftarnya adalah sebuah tempat jualan bebek goreng di kawasan Kartosuro, Solo. Orang-orang bilang di sana bebek gorengnya paling enak se-Solo dan wajib banget buat dicicipin. Maka saya dan paman mampir sana dalam suatu perjalanan panjang dari Malang ke Jogja pada tahun '03. Jalan menuju tempat bebek itu agak mblusuk-mblusuk masuk gang, dan akhirnya kita nemu tempat itu, sebuah warung besar yang nampak sangat lengang. Pemiliknya, seorang bapak-bapak yang pakai sarung, lagi duduk-duduk di terasnya.
Kami bingung ini orang serius jualan bebek apa nggak. "Jualan bebek, Pak?"
Si bapak pakai sarung: "Iya."
Kok si bapak tenang-tenang aja.
"Ada bebeknya?"
"Sudah abis.."
Pantesan.. Saya senyum-senyum gondok.
Kami mau pergi. Paman saya udah mau muter balik dan tancep gas ke Jogja, tapi tiba-tiba teringat sesuatu. "Eh, biasanya abisnya jam berapa, Pak?"
Jawab Bapak Pakai Sarung, "Abisnya..jam sembilan."
Lho? Saya lihat arloji. Ini baru jam 5 sore kok.
Paman saya bingung. "Tapi ini masih sore kok bebeknya sudah abis?"
Si bapak pakai sarung malah ketawa. "Abisnya jam 9 pagi.."
Gubrakk..
***
Itulah. Sampek sekarang saya masih penasaran sama bebek Kartosuro itu, kok bisa-bisanya bebek paling laris se-Solo habis pada jam 9 pagi. Apa dia jualnya ke orang-orang yang mau jualan bebek lagi? Atau bebek itu saking larisnya sampek-sampek stoknya langsung abis sebelum tengah hari?
Siyalnya kami nggak pernah bisa membuktikan itu, coz kami nggak pernah punya cukup waktu buat patroli di Solo. Kami harus selalu buru-buru ke Jogja, atau ke Malang, jadi nggak pernah bisa berada di Solo pagi-pagi.
Maka sewaktu minggu lalu saya dan bokap jalan-jalan di Tegal, kita lihat bebek goreng cap seorang bapak-bapak haji cabang Kartosuro, maka kita pun mampir situ.
Bebeknya kayak yang saya potret ini, dibanderol Rp 13.500 per potong. Bisa pesen yang empuk, bisa juga yang utuh. Kalau utuh, bebeknya pakai tulang. Sedangkan kalau empuk, bebeknya disajikan suwar-suwir. Saya pesen yang utuh, soalnya mumpung saya nggak lagi ja'im jadi supaya saya bisa ngunyah tulangnya kraus-kraus, hehehe..
Bebek di sini disajikan pakai lalab dan sambel korek. Tempat makannya lega dan nggak sumuk, bangkunya lega, jadi cocok buat ngajakin makan tante-tante yang bokongnya gede-gede. (Maklumlah, saya mikirin bude-bude saya yang rata-rata gemuk-gemuk, hehehe..) Bokap saya seneng soalnya servisnya cepet, kita pesen dan bebeknya langsung disajikan lima menit kemudian, padahal waktu itu pengunjungnya masih rame lho. Dan pelayannya bilang tempat itu biasa tutup jam 9 malem, jadi cocoklah buat nomaden mobile kayak saya yang nggak bisa diprediksi jam berapa ada di kota mana, hehehe..
Jadi, mau nggak berburu bebek sampek Kartosuro? Hm, sik ta' pikir-pikir..