Ada catatan menarik dari komentarnya Anang Hermansyahrini pasca Gilang tampil, “Daripada jadi penyanyi, kamu mendingan jadi seniman aja.” Maksudnya, lantaran kemampuan musikal Gilang yang multiinstrumental itu, maka dia cenderung jadi bunglon buat setiap lagu yang dia bawain. Dalam istilah gw, dia cenderung jadi “mitu” untuk tiap penyanyi, dan susah bernyanyi sebagai dirinya sendiri. Saat dia nyanyi lagunya Gigi, dia jadi mirip Armand Maulana. Saat dia nyanyi lagunya Nidji, dai malah jadi mirip Giring. Saya bertanya-tanya, kalau sekiranya dia disodorin lagunya Geisha, jangan-jangan nanti dia malah jadi mirip Momo.
Menurut saya, nggak salah kalau tiap kali kita nyanyiin lagu seseorang lantas kita jadi cenderung mirip penyanyi asli yang bawain lagu tersebut. Resikonya, kalau penyanyi bunglon gini dipaksain jadi penyanyi solo, maka dia akan cenderung mirip si A, mirip si B, atau mirip entah siapa lagi. Dia tidak akan pernah jadi dirinya sendiri. Solusinya, lebih baik dia tetap jadi penyanyi, tapi jangan jadi penyanyi solo, melainkan jadi vokalis band. Asalkan band itu punya karakter yang kuat, punya lagu sendiri, dan nggak niru-niru band lain, maka penyanyi bunglon gini bisa kasih warna yang khas buat band-nya dan nggak akan dibanding-bandingin sebagai band “mitu”.
Adalah sangat susah buat seorang vokalis band untuk menjadi seorang penyanyi solo. Sama seperti penyanyi solo akan susah kalau harus dikontrak lama untuk main bersama suatu band. (Ini menjelaskan kenapa Ruth Sahanaya rada sedih ketika putus kontrak dengan orkesnya Erwin Gutawa demi mandiri dengan karakternya sendiri.) Jarang-jarang ada yang sukses di Indonesia seperti itu. Dalam generasi saya, saya cuman mencatat Elfonda Meckel, yang nampak prima baik saat dia jadi vokalisnya Dewa (“Roman Picisan”) maupun saat nyanyi solo (“Aku Mau”). Ari Lasso juga oke, dan kita lihat bahwa cara dia nyanyi sebagai penyanyi solo (“Rahasia Perempuan”, “Perbedaan”) jauh banget ketimbang saat dia nyanyi untuk Dewa 19 (“Elang”, “Cinta Kan Membawamu Kembali”). Lain-lainnya, saya ragu-ragu. Saya nggak bisa bayangin seandainya Fadly nyanyi sendirian tanpa Padi, atau Ariel tanpa Peterpan, melihatnya orang mungkin akan terheran-heran dan menyangka mereka malah jadi mirip penyanyi kehilangan teman.
Saya juga mencatat, cukup jarang musisi di Indonesia yang bisa nyanyi dan juga mampu main multi-instrumen. Kita sudah sering nonton gimana Indra Lesmana atau Glenn Fredly bisa nyanyi sambil main piano dan gitar. Gilang sebenarnya bisa nambah daftar yang masih sedikit ini, tapi dengan catatan dia menjadi vokalis band yang tepat. Sejauh yang saya lihat, vokalis band di Indonesia rata-rata baru gape main gitar sambil nyanyi. Ketika vokalis-vokalis ini nyanyi sambil main piano atau main drum, mereka jadi keteteran. Seolah-olah bisa main gitar saja udah cukup jadi syarat wajib kalau kepingin bisa jadi vokalis band. Kalau di luar negeri saya udah kenyang lihat Phil Collins main drum sambil nyanyi untuk Genesis, atau nonton Axl Rose main piano sambil nyanyi untuk Guns n Roses. Atau mungkin referensi saya kurang banyak, barangkali Anda bisa bantu saya kasih contoh yang lain.
Pada akhirnya, ketika saya lihat Gilang pulang dari Indonesian Idol minggu ini, saya ngerti bahwa memang tidak semua kontes cocok buat tiap orang yang kepingin jadi penyanyi. Ambil pelajarannya, apa yang nampak bagus di mata banyak orang, belum tentu cocok buat orang-orang tertentu. Ada karier yang lebih bagus buat para anak berbakat seni seperti Gilang, dan mungkin karier itu bukanlah sebagai seorang penyanyi solo.