Ada sebuah resto di Kuningan yang jualan utamanya adalah anggur. Oh ya, anggur itu nggak bikin mabuk lho kalo diminum pada jumlah yang wajar. Bahkan pada kadar tertentu minum anggur sangat sehat buat jantung. Berbeda dengan bar kacangan yang cuman bisa jual tontonan rok mini, resto yang punya reputasi bagus akan ngawasin setiap pengunjungnya supaya jangan sampai mabuk cuma gara-gara minum anggur. Kan tiap pengusaha kuliner itu pengennya orang keluar dari rumah makannya sambil senyum-senyum kekenyangan, bukannya sempoyongan lalu muntah di pinggir jalan.
Resto anggur yang gw ceritain ini punya no-child policy yang ketat. Jadi, anak-anak nggak boleh masuk. Waktu gw baca ini, yang kepikiran oleh gw adalah, pengusaha resto ini baru saja mengurangi calon pengunjungnya sampai minimal setengah.
Kalo di negeri kita tuh, restoran masih bersifat sebagai tempat rekreasi. Semua rumah makan boleh disatronin anak-anak. Mungkin jenis resto yang terancam digerebek kalo sampai dikunjungi anak-anak adalah bar dan diskotik. Dari namanya aja kadang-kadang udah bikin curiga bahwa di situ tempat terjadinya hal-hal yang "diinginkan".
Maka untuk resto anggur yang gw ceritain ini, meskipun ini sama sekali bukan bar atau diskotek, tetap aja pelayannya melarang anak-anak masuk. Mungkin mereka takut anak-anak bakalan kejar-kejaran di situ sampai numpahin anggur. Mungkin mereka takut anak-anak ikutan pesan anggur tapi nggak diabisin. Yah, mereka mau jaga supaya para pengunjung di situ tetap tau tata krama makan, nggak norak kayak orang nggak terpelajar.
*Duh, Vicky! Mereka bikin aturan gitu supaya anak-anak nggak sampai mabuk gara-gara minum anggur!*
Sebenarnya mereka bisa aja nggak mencekal anak-anak, toh nggak ada peraturannya dari Dinas Kesehatan untuk resto jenis ini. Tapi gw salut, mereka nggak takut omzet turun karena melarang masuk pengunjung yang bawa anak-anak. Buat mereka, mendingan rugi omzet ketimbang mencederai mental anak-anak. Padahal menu mereka enak-enak lho, ada daging kambing, ada bayam mayonaise, wah..nyam, nyam..
Jadi inget nih, tahun lalu gw pernah menghadiri simposium tentang bedah vagina. (Eh..sebenarnya gw pernah ceritain ini di blog gw di Friendster, tapi biarin deh gw siaran ulang.) Jadi gini ya, kadang-kadang ibu melahirkan, bikin vaginanya robek. Jadi harus dijait, supaya bagus kembali seperti sedia kala.
*Vagina yang bagus itu kayak apa, Vic?*
(Yang pasti nggak dower karena kebanyakan brojol!)
Di simposium itu, diputerin video demonstrasi penjahitan vagina. Untung peserta seminarnya dokter semua. Kalo yang bukan dokter ikutan nonton, pasti muntah-muntah coz prosedurnya mengerikan. Saking ngerinya, mungkin nggak akan mau liat vagina lagi seumur hidup.
Nah, di tengahnya semua dokter lagi konsen nonton video itu, tiba-tiba ada suara anak kecil teriak, "Ayah! Ayoo..katanya hari ini kita mau berenang?!"
Semuanya kaget. Celingukan cari sumber suara. Lalu dari barisan penonton, tiba-tiba muncul seorang laki-laki berumur kira-kira 40-an, dengan muka merah padam, menggandeng anak laki-laki berumur kira-kira 5 tahun, ke pintu keluar.
Tolong jangan tanya gw kenapa ada dokter mau bawa anak balitanya ke seminar yang muterin video cara menjahit vagina.
Tempat macam gini nih yang nggak baik buat anak-anak. Mestinya panitia simposium melarang peserta bawa anak-anak. Mereka nggak kayak rumah anggur yang gw ceritain, berani mencekal pengunjung yang bawa anak masuk. Apa karena dokternya udah bayar buat ikut simposium, jadi panitia takut duitnya diminta balik?
Membiarkan anak masuk ke tempat-tempat yang belum cukup buat umurnya, sebenarnya termasuk kekerasan psikis buat anak. Ini yang nggak pernah disorot oleh Komnas Anak.
Memang jadi orang tua sekarang itu susah. Mesti kerja. Mesti hang-out di kedai anggur. Mesti seminar. Kapan dong ada waktu buat anak? Jadilah anaknya ikutan dibawa-bawa ke mana-mana.
Kita bisa bantu lho supaya anak-anak kita nggak rusak mentalnya oleh aktivitas kita yang segunung. Mulai dari yang kecil-kecil. Anak jangan dibawa ke kantor. Kantor penuh kesibukan, kalo anak main di situ, nanti dia bosan sendiri. Titipin dia di taman bermain, atau di rumah neneknya, sampai Anda pulang dari aktivitas. Kalo perlu Anda yang harus berhenti kerja, supaya anak Anda ada temennya, dan ini nggak gampang kan? Tante gw malah ngikutin anaknya di les ini-itu sepulang TK-nya. Tujuannya bukan supaya anaknya tambah pinter, tapi supaya anaknya ada kesibukan ketimbang ngerecokin orang-orang di kantor maminya.
Dan memang perlu ada aturan tegas buat melindungi anak-anak. Makanya gw respek sama pemilik kantor yang berani menegur pegawainya yang bawa anak-anak ke kantor. Restoran anggur yang gw ceritain di atas juga contoh yang bagus buat menjaga anak-anak. Panitia sebuah simposium di Surabaya bahkan berani pasang tulisan gede-gede di pintu masuknya, "Dilarang masuk untuk anak-anak!" Padahal peserta simposiumnya sendiri adalah dokter anak.
Yok..kita sayang sama anak-anak!