Tuesday, October 6, 2009
Untung Ada Gempa?
Waktu gw pertama kali dateng ke tempat itu sekitar tahun 2000-an, warungnya biasa-biasa aja. Bukan standar gw lah yang memuja rumah-rumah makan dengan pelayan yang keramahannya artifisial di mana kokinya ikut turun serta ke ruang makan buat ngobrol dengan para pelanggannya. Gw dateng ke situ coz kakak gw yang tinggal di Jogja bilang bahwa warung itu jual bebek goreng yang enak banget. Namanya Warung Bebek Goreng Suwarni, letaknya di Jalan Raya Jogja-Klaten. Gw lupa posisinya di kilometer berapa, yang pasti kalo Anda jalan dari Klaten ke Jogja, begitu nemu pabrik gula di sebelah kanan jalan, sebaiknya perlambatlah mobil Anda coz warung ini nggak ada satu kilometer dari situ, berada di sebelah kiri jalan.
Tempatnya sederhana, nggak terlalu besar. Ruang makan dijadiin satu sama dapur sehingga tamu bisa liat pemilik warungnya lagi masak, dan ini yang menarik coz gw senang banget nonton pemilik rumah makan yang sibuk sendiri di dapurnya buat nyiapin makanan. Agak lama masaknya, dan belasan menit kemudian pelayannya datang nyajiin bebek goreng panas-panas di atas meja. Gw ngabisin porsi gw dengan tandas, dan memutuskan bahwa ternyata kakak gw memang benar, bebek goreng di warung itu enak banget!
Sekitar tahun 2005 kami ke sana lagi. Ternyata bebeknya udah abis! Lalu dengan cuek penunggu warungnya suruh kami nyoba ke cabang mereka yang ada di Prambanan. Karena kami sudah lama ngidam bebek Suwarni semenjak perjalanan ke Jogja dari Bandung, maka kami pun nyari warung mereka yang satunya itu. Ternyata letaknya di depan rel kereta api dekat stasiun Candi Prambanan. Masih buka, bebeknya masih ada, hati senang bukan kepalang!
Musim panas tahun 2006, gempa menggoncang Jogja dan salah satu kawasan yang menjadi korban adalah Klaten. Meskipun gw bukan penduduk Jogja, tak ayal gempa itu bikin gw cukup ketar-ketir. Apa pasal? Tidak cuma karena gw mencemaskan pacarnya kakak gw yang tinggal di Kaliurang, apakah dia selamat atau tidak (Kakak gw sih jelas selamat coz saat itu dia lagi ada di kapal pesiar). Tapi juga karena gw sangat takut warung bebek Suwarni kesayangan gw itu ikutan roboh karena gempa! (Sungguh kau cuman mikirin perutmu sendiri, Vic!)
Gw baru sempat menginspeksi Jogja pasca gempa itu beberapa bulan sesudah musibah itu. Terus terang aja, rumah-rumah di daerah Klaten itu memang banyak yang runtuh. Warung Suwarni sendiri yang di Prambanan masih tegak berdiri dengan susah-payah, tapi gw liat bangunan-bangunan di sekitarnya banyak yang sudah layak disebut mengenaskan. Menurut pacar kakak gw, kebanyakan rumah yang roboh karena gempa itu adalah bangunan yang sejak awalnya memang sudah nggak kuat konstruksinya.
Pada tahun 2008 kami ke Jogja lagi dan seperti biasa mampir di Warung Bebek Suwarni. Wow..ternyata pemiliknya telah merenovasi bangunan warungnya dan menjadikannya rumah makan yang jauh lebih menarik. Bersamaan dengan itu, gw liat bangunan-bangunan di sebelahnya yang tadinya reyot pasca gempa kini telah dibangun ulang. Yang tadinya kucel jadi nampak bagusan, yang tadinya ringkih nampak lebih gagah. Kok bisa ya? Kalo cuman dibantuin duit sih kayaknya nggak mungkin deh ada perbaikan kualitas kayak gitu. Gw rasa rakyat yang menjadi korban sudah belajar banyak dari gempa itu, supaya kalo bikin bangunan tuh nggak boleh asal-asalan berdiri. Sebutlah gw kejam, tapi.. gw rasa untung ada gempa, coz setelahnya gempa itu mengubah pola pikir masyarakat lokal menjadi lebih baik.
Dengan hikmah itulah, gw sungguh marah dengan SMS massal yang beredar di masyarakat kemaren dan banyak dikeluhkan di blog-blog, yang bilang bahwa gempa yang menimpa Sumatera Barat dan Jambi minggu lalu sebaiknya mengingatkan manusia buat baca lagi surat Al Israa 17 : 58, coz kebetulan gempa itu memang terjadi pada jam 17.58. Buat jemaah blog gw yang nggak pernah baca al-Qur’an, Al Israa 58 itu bunyinya kayak gini, “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).”
That’s absolutely cruel! Kok bisa-bisanya sih rakyat yang jadi korban gempa itu disamain dengan orang durhaka sehingga layak diazab?! Siapa yang ngirim SMS itu duluan, mudah-mudahan nomer SIM card-nya error dan nggak bisa dipake ngirim SMS..!
Adalah tidak adil menyama-nyamain gempa kemaren seolah-olah itu azab dari Tuhan. Lagian memangnya siapa sih manusia yang ngirim SMS itu kok seenaknya nuduh-nuduh gempa sebagai azab? Apakah bukan tidak mungkin bahwa gempa itu bukan azab? Jangan-jangan gempa itu malah akan bawa hikmah kepada orang-orang Sumatera Barat dan Jambi seperti gempa telah memperbaiki kualitas hidup orang-orang di Klaten?
Gw harap SMS nista itu jangan beredar lagi. Maksudnya mau dakwah, mungkin. Tapi dengan konteks kesusahan yang sedang dialamin korban gempa saat ini, menurut gw SMS itu cuman nambah-nambah bikin susah. Stop deh penggunaan ayat-ayat kitab suci buat nyukur-nyukurin penderitaan orang lain!