Friday, October 9, 2009
Waspada? Hari Gini?
Kalo seorang perempuan hamil biasanya ditanyai, “Antene atau panah?”
Pertanyaan kedua biasanya, “Mau lahir di rumah sakit mana?”
Kita yang tinggal di kota besar biasanya udah tau di rumah bersalin mana kita mau melahirkan. Bahkan gw yang belum punya anak sekarang pun udah berencana mau melahirkan di rumah sakit terbaik di Bandung. Tapi pertanyaan itu akan beda jawabnya kalo Anda tanyain pada perempuan di dusun.
Seorang perawat gw hamil beberapa bulan lalu dan dia bilang ingin melahirkan di rumah aja dibantu seorang bidan yang udah tua di dusun tempat gw dulu kerja. Padahal di dusun itu ada rumah sakit. Perawat gw nolak ngelahirin di situ, coz bidannya masih muda semua, mungkin baru berumur 20-30-an. Gw bilang kalo mau bidan yang lebih tua, pergi aja ke rumah sakit di kota terdekat, yang jaraknya 1,5 jam ngebut dengan mobil suaminya dari dusun kami. Tapi perawat gw nolak. Bayi itu akhirnya lahir, untunglah dengan selamat, biarpun ketubannya pecah duluan.
Gw baca blog seorang dokter kandungan yang justru meragukan kenapa perempuan harus selalu melahirkan di rumah sakit. Kalo memang janinnya sehat, ibunya sehat, dan ibunya merasa nyaman melahirkan di rumah sendiri, ya jangan dilarang, dong? Kalo perlu, suruh dokter kandungannya datang ke rumah buat bantu persalinan dan jangan lupa bayar duit bensinnya.
Kolega gw, seorang mahasiswa kedokteran magang, bahkan ngejutin gw. Dia hamil, dan cuman meriksa kandungannya ke bidan. Gw tanyain dia, kamu ini sarjana, apakah mau nyerahin kandungan kepada bidan yang cuman seorang D3? Jawabnya, lebih murah daripada periksa kandungan ke spesialis.
Semua itu bikin gw mulai ragu, bahwa mungkin kita memang nggak selalu melahirkan ditolong dokter spesialis, bahkan meskipun gw seorang dokter sekalipun. Boleh nggak sih kita melahirkan di rumah sendiri?
Gw sendiri juga lahir nggak ditolong dokter spesialis kandungan. Keadaan bonyok gw yang sulit waktu itu, coz satu-satunya mode transportasi yang ada cuman speedboat, maksa nyokap ngelahirin gw di rumah. Penolongnya cuman bokap gw sendiri, yang waktu itu cuman seorang dokter umum. Dan seorang perempuan lain yang pernah dilatih bidan dalam satu tahun kuliah aja.
Waktu gw lagi bingung dengan pertanyaan ini, tau-tau gw dapet kabar dari Zack, teman gw. Bininya baru aja ngelahirin seorang anak laki-laki. Zack sempat stress kebingungan coz ternyata bayinya baru mau bersuara dua minggu kemudian. Dokter anaknya bilang bahwa bayi itu kena asfiksia, yaitu kesulitan buat memperoleh oksigen bagi sekujur tubuhnya. Mereka harus mengisolasinya di rumah sakit sampai dua minggu.
Nggak cuman Zack, bahkan gw pun terheran-heran. Padahal sejak Zack kasih tau bininya hamil, gw ikut nyecar dia supaya dia rajin bawa bininya periksa kandungan teratur ke dokter spesialis. Gw tau Zack udah merencanakan semuanya dengan matang, dokter spesialis kandungan yang bagus, rumah bersalin yang bagus.
Tapi siapa yang ngira kalo bininya akan pecah ketuban duluan? Semua orang cemas waktu bayi itu lahir, nampak megap-megap dan nggak nangis. Bayi harus nangis lho, yang keras. Kalo nggak, gimana kita tau bahwa dia haus, dia pipis, dia boker, dia sedih, dia kepingin dipeluk?
Lalu gw mikir, bayi udah lahir di tempat begini bagus aja bisa bermasalah. Apalagi yang nggak lahir oleh dokter kandungan, yang nggak lahir di rumah sakit. Seperti bayi perawat gw. Seperti bayi kolega gw. Seperti gw.
Kenapa kita perlu melahirkan/periksa ke spesialis kandungan? Supaya sang dokter bisa liat ada yang nggak beres dan bisa segera nolong ibu dan anaknya. Bidan bisa melakukan itu, tapi hanya untuk kasus normal yang nggak bermasalah, dan ketubah pecah duluan seperti yang dialami perawat gw jelas nggak bisa dibilang normal.
Kenapa kita perlu melahirkan di rumah sakit? Coz rumah sakit punya fasilitas yang memungkinkan menolong hanya dalam tempo beberapa menit aja, jika bayi lahir tidak langsung menangis keras, seperti bayi Zack. Kalo lahir di rumah doang, bisa dipastiin anak itu nggak selamat.
Nggak ada lagi gunanya kita memercayai tenaga manusia ecek-ecek hanya karena mereka (nampak) berpengalaman, atau murah. Kesehatan ibu dan anak adalah investasi yang paling penting buat keluarga. Dan waspada terhadap segala masalah yang bisa menimpa ibu dan janin normal manapun, jauh lebih murah biayanya ketimbang kesedihan yang timbul atas segala bencana yang nggak diinginkan.