Pernahkah Anda menolak-nolak sesuatu tapi ujung-ujungnya malah mendapatkannya? Misalnya Anda alergi petis tapi kemudian malah dapet pacar yang doyan tahu petis? Well, semacam itu terjadi pada keluarga seorang teman gw akhir-akhir ini.
Jika nggak ada aral melintang (ngomong-ngomong, aral itu apa sih?), keluarga besar teman gw akan punya menantu anyar beberapa bulan lagi. Teman gw baru tunangan, dan pacarnya itu orang Betawi.
Jaman sudah makin bergeser, tapi kebiasaan orang kalau denger orang lain mau mantu tidak pernah berubah. Apa yang Anda pertanyakan pertama kali kalau orang lain mau mantu?
Gw selalu nanya, "Apa kerjaannya?"
Maksud gw, apakah si laki-laki bisa kasih makan ke yang perempuan?
Orang lain mungkin nanya,
"Umurnya berapa?" Mungkin maksudnya, yang laki-laki bisa membimbing yang perempuan, nggak?
"Tinggal di mana?" Apakah setelah mereka jadi keluarga baru, mereka ini mau berjuang berduaan atau masih minta makan sama bonyok masing-masing.
Dan ini, "Dapet besan orang mana?" Yang ini, gw sama sekali nggak ngerti korelasinya.
Jadi dulu, orang tuanya Gisele teman gw ini, pernah berangan-angan, kalau punya mantu, kalau bisa jangan dapet orang Betawi. (Demi informasi Anda, keluarganya Gisele ini Timur Tengah, alias campuran Jawa Timur dan Jawa Tengah!)
Alasannya sungguh maha cemen, orang Betawi itu kalau kawin pasti bawaannya berisik, soalnya keluarganya yang dateng itu bawa genderang dan meledak-ledakin petasan. Hahaha..
*Jelas sekali keluarganya Gisele ini kebanyakan nonton Si Doel Anak Sekolahan*
Gw bukan orang Betawi, jadi melalui blog ini gw mau nanya sama Sodara-sodara Jemaah, bener nggak sih pernikahan orang Betawi itu bawa-bawa musik genderang dan petasan segala?
*Soalnya kalau beneran gini, nanti pas Gisele kawin, gw mau pakai sumbat kuping dan jaket anti peluru*
Maka bisa dibayangin setelah seumur hidupnya bonyoknya Gisele nggak mau besanan sama orang Betawi, sekarang mereka cuman melongo lihat Gisele kecantol sama cowok Betawi. Ya nggak bisa dilepas, lha gw lihat pacarnya Gisele itu juga anaknya baik dan setia.
Katanya seorang ulama besar di negeri ini, cinta itu fondasinya empat: Pengenalan, Perhatian, Penghormatan, Kesetiaan. Kalau salah satunya gugur, maka buyarlah cinta. (disalin dari Twitter-nya, 25 Januari 2010, jam 6.17 pagi).
Padahal seingat gw, gw tahunya orang Betawi itu paling royal kalau urusan ngasih seserahan ke keluarga penganten wanita pas kawin. Ada kue-kue, perhiasan emas, dan entah apa lagi. Bonyoknya Gisele mestinya bersorak!
*Matre MODE : ON*
Cinta nggak bisa milih, kan? Kalau hati udah lengket, ya lengket aja. Meskipun selain kita udah menentukan kriteria menantu ideal, kita juga udah menentukan kriteria eksklusi menantu. Misalnya, nggak mau menantu dari etnis X, dari agama X, punya pekerjaan X, tinggal di pulau X, dan lain-lain. Tapi semua kriteria eksklusi itu buyar kalau ternyata takdir itu bicara lain.
Masalahnya bukanlah kita harus melonggarkan standar kriteria kita yang idealis. Tapi problemnya, apakah kita mesti buru-buru menolak sesuatu yang tidak kita ketahui dengan sungguh-sungguh?
Foto dari http://cahpamulang.multiply.com