Saturday, February 6, 2010

Hina, Tapi Nikmat


Ceker, dalam beberapa budaya selalu dianggap sebagai makanan yang menjijikkan. Soalnya, ceker kan berupa cakar ayam, jadi orang jijay makaninnya lantaran kebayang kaki ayam yang pernah nginjak-nginjak tanah nggak pakai sendal.

Sebenarnya menurut gw, itu rada diskriminatif. Kenapa ada orang memuja sop kaki sapi, tapi menjelek-jelekkan ceker ayam?

Padahal di Bandung, ada restoran bakso yang menu jualannya bakso ceker. Jadi di mangkoknya nanti ada bakso bonus ceker. Penggemarnya bejibun lho.

Tapi gw sendiri nggak terlalu demen atas percekeran ini. Soalnya dagingnya nggak ada, kulitnya dikit. Mana makannya berantakan pula, nggak anggun blas.

Nyokap gw bilang, kalau ngoleh-olehin orang berupa ayam potong, jangan lupa pastikan cekernya nggak ikutan. Kalau sampai ikutan teroleh-olehi, takutnya yang kita hibahkan ayam itu tersinggung. Mosok ngasih hadiah berupa kaki?

Aneh. Padahal kan makanan apapun dari ayam, entah itu kakinya atau sayapnya, kalau sama-sama udah dimasak sampai steril, ya sah-sah aja buat dimakan. Coba kalau tuh ceker kita ambil kulitnya doang, mana tahu orang kalau kulitnya dari telapak kaki?
*nggak mungkin. Susah tahu ngulitin ceker ayam..*

Gambar di atas itu ceker lada hitam. Gw harus mengamatinya sungguh-sungguh kalau itu ceker. Beberapa dari kita mungkin lebih peduli rasa ketimbang penampilan. Kalau rasanya memang enak, siapa peduli sih kalau itu ceker ayam?