Jujur aja, sampai dua tahun lalu, mbonceng motor sebagai kendaraan andalan nggak pernah terlintas di kepala gw. Mungkin cuman satu-dua kali seumur-umur gw pernah naik ojek, itu juga karena keadaan darurat lantaran ketakutan telat kuliah. Kalau urusan transportasi dalam kota gw selalu naik mobil, angkot, atau bis, apa ajalah asalkan rodanya ada empat.
Jadi waktu dua tahun lalu gw dipanggil Negara buat kerja di Cali, gw sempat kecil hati lantaran ternyata di sana nggak ada bemo. Gw sempat ditawarin motor dinas sih di sana, tapi karena gw nggak bisa naik motor, akhirnya seorang ajudan dikirim oleh kantor buat ngejemput dan nganterin gw di apartemen gw setiap hari. Ya itu kan kalau untuk keperluan kerja, tapi gimana kalau urusannya pribadi, misalnya pergi ke pasar? Mau nggak mau gw terpaksa belajar naik ojek dong. Kalau gw nggak naik ojek, mosok gw mau nenteng belanjaan sayur dan ayam sambil jalan kaki sejauh satu kilo?
*dasar cengeng*
Nah, gw pun diajarin nyokap gw tentang caranya naik ojek yang baik dan benar. Kita sebagai perempuan perlu belajar lho cara naik ojek ini, apalagi sekarang udah keluar fatwa di Jawa Timur bahwa wanita diharamkan buat naik ojek karena dapat mengundang kemaksiatan, hehehe.. (Ck ck ck..dapet dari mana sih ide itu? Gw aja dulu kerja setahun di Cali dan sering banget naik ojek, nggak pernah tuh sedetik pun kecantol sama tukang ojek)
Yang paling gw takutkan dari naik ojek motor itu, gw takut jatuh dari motor. Soalnya adek gw pernah jatuh dari motor waktu dia balita (sebenarnya itu lantaran dia ceroboh, dia turun meloncat tanpa bilang-bilang dulu sama satpam sekolah yang nganterin dia), dan kakak gw mengalami patah dua kaki waktu lagi boncengan sama pacarnya. Tentu saja solusinya sebenarnya gampang aja, “Makanya, pegangan!” Tapi kan nggak mungkin gw pegangan sama badan tukang ojeknya, nanti keenakan dong si tukang ojek? (Tidak, sebenarnya karena gw takut dikejar-kejar asosiasi istri tukang ojek di Cali pakai mandau.) Jadi akhirnya gw selalu memakai posisi andalan selama naik ojek: tangan kanan mengempit tas, tangan kiri pegangan ke besi di bagian belakang motor.
Terus terang aja, sekarang, setelah gw pensiun dari Cali dan nggak pernah naik ojek lagi, setiap kali gw mengenang peristiwa itu, gw baru menyadari bahwa posisi gw itu sangat aneh.
Nyokap gw, pas ke Jakarta dua hari lalu, terpaksa naik ojek. Nyokap gw ceritanya mau pergi dari Pamulang ke rumah Grandma gw. Sebenarnya gw lebih suka nyokap gw naik taksi aja, tapi memang jiwa petualang keluarga kami lagi kumat, jadi nyokap gw memilih naik ojek. Soalnya seumur-umur nggak pernah nyokap gw naik ojek, hahaha. Nah, pasalnya kan bawaan nyokap gw lagi bejibun nih, kiri-kanan bawa gembolan, jadi nyokap gw nggak bisa pegangan ke besi belakang motor. Jadilah nyokap gw terpaksa pegangan jaket (bukan bodinya) si tukang ojek. Kata nyokap gw, bau jaketnya si tukang tuh ampun-ampunan..
“Ya ndak usah dicium baunya toh, Mom..” kata gw.
Kata nyokap gw, “Kan jalannya banyak polisi tidur, mau nggak mau duduknya Mom sering tersentak ke bahunya si tukang ojek dan akibatnya jadi kebauan jaketnya si tukang ojek..!”
Oh ya, temennya Grandma gw pernah kasih tips supaya naik ojek nggak mbayar. Pegang pinggangnya si tukang ojek pakai dua tangan. Pasti begitu di tempat tujuan, si tukang ojeknya nggak minta bayaran! Tukas gw denger ide itu, “Ya iyalah, nggak bayar! Kan keenakan tukang ojeknya dong!”
Tips buat cewek dalam urusan naik ojek:
1. Usahakan pakai celana. Jangan pakai rok kalau naik ojek. Kalau terpaksa pakai rok, duduklah menyamping. Dan sebisa mungkin, jangan pakai rok yang mamerin paha.
2. Kalau roknya panjang, pegang ujung roknya erat-erat sepanjang jalan. Jangan sampai ujung roknya kelibatan sama roda motor. Bukan kesiyan sama roknya yang ujungnya jadi sobek binti ancur, tapi kesiyan roda motornya jadi keserimpet!
3. Lebih baik cari tukang ojek yang sedia helm sendiri buat penumpangnya. Kalau memang langganan ojek dan tukangnya nggak sedia helm, beli dong helm sendiri buat dipakai naik ojek. Kesejahteraan kepala lebih berharga daripada apapun.
4. Usahakan taruh batas antara diri Anda dengan tukang ojek, misalnya berupa tas atau kantong belanjaan. Jangan sampai gunung-gunung kembar Anda menyentuh punggung tukang ojek. Cowok punya saraf seksual yang sensitif lho di punggungnya, mereka tahu kalau ada benda empuk yang enak menggeret-geret belakang punggung mereka.
5. Jangan naik ojek sampai motornya ditumpangi penumpang lebih dari dua. Apalagi sampai berlima seperti foto di atas. Efisien sih efisien, tapi nggak usah kayak ginilah!