Thursday, February 25, 2010

Mengejar Pesona, Taruhan Nyawa


Pagi itu, gw mutusin buat mengalah kepada kandung kemih gw yang udah gw empet semalaman lantaran gw nggak mau pipis di toiletnya kereta. Sadar bahwa gw nggak mau menginvestasikan hidup gw dengan percuma hanya untuk sakit batu saluran kemih, akhirnya gw ambil tas gw dan gw berjalan terhuyung-huyung ke toilet di belakang gerbong. Itu hampir jam enam dan gw mengasumsi kereta lagi jalan antara Tasikmalaya dan Bandung.

Gang belakang gerbong adalah tempat yang strategis untuk melakukan apa aja. Pada perjalanan dengan kereta yang lalu, gw lihat gang itu adalah tempat paling strategis buat dipakai klepas-klepus untuk penumpang kereta eksekutif yang dilarang ngebul di dalam gerbong. Tapi pagi itu, gw lihat laki-laki ini berdiri di pinggir pintu sambil keasyikan motret sawah-sawah. Pintunya terbuka lebar-lebar.

Gw nggak tahu apakah kondektur tahu bahwa ada pintu kereta yang nggak dikunci. Jika kereta ini berhenti di manaa gitu, siapapun bisa masuk: pedagang kacang tanah, penumpang liar, atau bahkan kambing. Tapi gw kuatir kalau ada orang celaka lantaran jatuh dari pintu kereta itu, dia bisa aja jatuh di tengah-tengah sengkedan sawah dan saat dia bisa berteriak minta tolong, kereta sudah lari sejauh dua kilo.

Namun yang gw lihat di gang ini, laki-laki ini nampak sama sekali tidak takut jatuh.

Beberapa bulan terakhir ini gw melakukan riset kecil-kecilan terhadap hobi fotografi. Gw iseng meniru para pelakunya, berpikir seperti mereka, macam begitulah. Gw melihat bagaimana hobi ini bisa bikin orang kecanduan pada pelakunya; mereka bela-belain jungkir balik demi mendapatkan foto yang bagus, kadang-kadang sampai taruhannya adalah keselamatan diri mereka sendiri. Dan di gang ini, gw melihat contohnya yang nyata.

Apa yang kau cari dari gambar sawah-sawah itu, Bung? Apa kau memang terobsesi dengan pemandangan itu, atau kau hanya menikmati sensasinya memotret dari pintu kereta yang terbuka lebar-lebar? Kalau kau jatuh, apa yang mau kau potret?

Gw harus bilang fotografi itu hobi yang seksi. Pelakunya bisa membingkai sebuah kejadian biasa menjadi hal yang sama sekali nggak biasa. Itu perlu naluri yang tajam, mata yang teliti, kesabaran yang tinggi, dan selera yang bagus. Gw nggak heran sekarang sekolah-sekolah fotografi menjamur di Jawa. Mungkin cuman satu mata kuliah aja yang perlu ditambah di sekolah itu: pelajaran keselamatan jiwa.

Dan melihat fotografer ini, mendadak gw jadi kangen sama my hunk. Dia mencintai kamera, melebihi apapun di dunia ini. Kadang-kadang gw cemburu coz tangannya nyantol ke kameranya lebih lama ketimbang nyantol ke gw.

Siyalan, gw sampai lupa bahwa gw mau pipis.