Friday, July 24, 2009

Facebook-mu Bukanlah Dirimu

Facebook ngambek. Sasaran ngambeknya kali ini orang-orang yang nggak suka ngurusin accountnya sendiri. Tau sendiri, di Indonesia banyak banget orang punya account Facebook tapi nggak diurus. Mungkin karena nggak ada waktu, tapi lebih banyak karena gaptek. Boro-boro inget passwordnya Facebook, nyalain kompie aja kudu teriak-teriak panggil anaknya.

Contoh kecilnya tante gw. Umurnya kira-kira 60. Punya Facebook, dibikinin anaknya. Dasar udah lansia nggak tau caranya main internet, jadi kalo mau buka ya dibukain sepupu gw. Mau bales Wall-to-Wall ya nunggu dibacain sepupu gw. Mau nge-add orang ya nunggu intervensi sepupu gw. Gw jadi bingung, ini yang punya Facebook siapa, si Tante atau si Mbak, seeh?

"Lha buat apa punya Facebook, Tante?" tanya gw.
"Ya kayaknya semua orang punya FesBuk, jadi Tante ya mau sekalian," jawab tante gw. Mungkin dikiranya punya Facebook itu sama pentingnya dengan punya HP.

Nah, alasan ini yang menggelikan dan jadi bahan ketawaan gw hari ini. Tadi pagi gw baca Detik.com, Facebook telah memblokir account seorang politikus di Indonesia. Alasannya, si politikus itu nampaknya nggak ngurusin accountnya sendiri, tapi orang-orang lain yang mengurus itu untuknya. Terang aja Facebook marah. Facebook ini kan buat ajang pertemanan, bukan buat ajang beken-bekenan. Hahaha!

Emang kalo dipikir-pikir, gw liat semenjak musim Pemilu nih, banyak banget caleg yang rame-rame bikin Facebook buat memopulerkan diri. Add sana, add sini. Mungkin dipikirnya kalo dia bisa ngumpulin 1000 friend, berarti dia dapet 1000 suara. Olala..it's so dutch!

Masih mending kalo yang nge-add itu emang calegnya beneran. Lha kalo yang nge-add itu bukan calegnya, tapi tim suksesnya doang, males banget dah. Apa nanti si caleg tinggal bikin pesenan buat tim suksesnya, "Tolong bikinkan saya account Facebook yang punya temen sampai 10.000!"

Sindrom niru-niru Obama ini yang kayaknya dijiplak mentah-mentah oleh para politikus. Mereka rame-rame nyuruh tim sukses mereka bikinin account Facebook atas nama si politikus. Mungkin di tim suksesnya sendiri ada sekretaris khusus Facebook. Dia yang bikinin account, dia yang nge-add friend, dia yang bales Wall, dia yang bales message, dan lain-lain. Kalo perlu, atas nama si politikus, sekretaris ini yang ngedaftarin buat ikutan Pet Society, nembak orang di Mafia Wars, nulis comment di Cause-nya Bebaskan Prita!, termasuk juga jawabin undangan kuis "Artis Mana yang Cocok Jadi Pembokat Lu?"

Lha si politikusnya sendiri? Dia nggak tau siapa-siapa aja yang udah "dia" add buat jadi friend, dia nggak tau bahwa seorang rakyat telah nulis Wall buat dia, dia nggak tau doggynya di Pet Society udah disuntik KB, dan dia nggak tau bahwa artis Dewi Peach cocok banget buat jadi pembokat dia..

Ini yang bikin gw empet banget nerima undangan request friend dari orang-orang bangkotan asing yang seumuran bonyok gw. Gw nggak percaya mereka emang nge-add gw. Gw curiga anak mereka yang nge-add gw. Firasat gw, "Facebook-mu bukanlah dirimu".

Facebook sebal banget dengan fenomena ini. Mereka mencurigai jika anggotanya punya "terlalu banyak" teman, misalnya sampai 5000 aja, maka si pemilik accountnya bisa jadi bukan orang beneran. Maka ketika ada pengaduan bahwa account yang terlalu rame itu ditengarai palsu, Facebook buru-buru memblokir.

Dan ini bisa menimpa caleg atau politikus manapun. Untuk tujuan jahat mungkin? Cukup nulis surat ke Facebook, "Dear Facebook, nama saya Budi Nasution. Seseorang telah membikinkan account palsu atas nama saya dan account itu kini punya 67.000 friend. Para friend itu merasa berteman dengan saya padahal saya nggak tau-menau. Saya merasa jati diri saya dicuri habis-habisan. Bisakah Facebook menolong saya?"

Dan Facebook pun memblokir account "asli" yang dikira "palsu" itu. Tapi di dunia nyata, Budi Nasution yang asli sama sekali nggak tau caranya ikutan Facebook..

Jadi ini buat jemaah penonton blog gw. Apakah account Facebook atas nama kita itu emang dikelola sendiri oleh kita? Atau untuk pekerjaan itu kita nyuruh "tim sukses" kita, misalnya anak, suami, atau sekretaris kantor?

Tapi ada pertanyaan lain yang lebih penting lagi. Apakah jati diri kita itu bukan sepenuhnya milik kita lagi, sampai-sampai kita harus memberikannya kepada orang lain buat bikinin Facebook atas nama kita?